Jaksa belum bisa melanjutkan berkas perkara dugaan penadahan tembaga rongsok milik PT Chevron atas nama Mewa Riska Boru Manullang.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Siak (Kasipidum Kejari Siak) Rian Destami menyampaikan, berkas yang dikirimkan oleh penyidik kepolisian Polres Siak ke Kejari Siak belum lengkap. Karena itu, Jaksa kembali memulangkan berkas perkara itu ke Polisi, untuk dilengkapi.
“Berkas perkaranya belum lengkap. Sehingga Kejaksaan mengembalikan berkas itu dengan memberikan petunjuk kepada penyidik untuk dituangkan ke dalam format P-19,” tutur Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Siak (Kasipidum Kejari Siak) Rian Destami, dalam penjelasan yang diterima, Sabtu (01/08/2020).

Jaksa Rian Destami mengatakan, Kejari Siak menerima berkas perkara kasus dugaan penadahan barang curian berupa tembaga yang terjadi di PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI).
Dalam perkara ini, penyidik Polres Siak menyangkakan seorang Ibu beranak 4 bernama Mewa Riska Boru Manullang atau MR selaku penadah yang membeli kabel sebanyak 16 kilogram tembaga milik PT Chevron.
Terkait adanya dugaan kriminalisasi dan dugaan pemerasan yang dilakukan oknum polisi dan oknum jaksa dalam perkara ini, Rian mengatakan pihaknya tidak bisa menanggapinya. Sebab, berkas perkara dengan tuduhan penadahan kepada MR sendiri dinyatakan belum lengkap.
“Saat ini, Jaksa yang telah ditunjuk focus kepada masalah teknis yuridis mempelajari berkas perkara untuk melihat apakah secara formil maupun materiil berkas perkara tersebut sudah dapat dinyatakan lengkap, atau Penyidik masih harus diberi petunjuk untuk melengkapi berkas perkara. Bukan sibuk melakukan negosiasi seperti yang dituduhkan Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) Oktaviandi B Tri Anugrah Sitorus,” ujarnya.
Rian melanjutkan, berdasarkan kronologis penanganan perkara itu, Kejari Siak menyatakan mendukung anggotanya untuk melakukan tugas dan kewajibannya sebagai Jaksa sesuai Standard Operasi Prosedur (SOP) dan Undang-Undang yang berlaku.
“Tentu saya medukung anggota saya, karena secara faktual Jaksa yang telah ditunjuk untuk meneliti berkas perkara sudah melaksanakannya sesuai dengan SOP dan Undang-Undang yang berlaku,” katanya.
Rian menjelaskan, dari kronologis perkara yang diterimanya, pada Senin 22 Juni 2020 sekitar Pukul 12.30 WIB, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Siak (Kasipidum Kejari Siak) didatangi dua orang penyidik dari Polsek Minas, yakni Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul.
“Mereka datang dalam kapasitas untuk melakukan koordinasi terkait teknis perkara dimaksud. Namun saat itu rupanya ada orang lain yang ikut datang menemui Kasipidum yaitu Safri Sibagariang, yang merupakan suami tersangka Mewa Riska Manullang,” jelasnya.
Saat itu, Kasi Pidum Kejari Siak menanyakan maksud kedatangan Safri Sibagariang. “Dan Saudara Safri Sibagariang langsung menyuruh kepada saya agar perkara tersebut dipercepat persidangannya. Dan istrinya yaitu Mewa Riska Manullang untuk tidak ditahan, karena anaknya masih kecil-kecil sehingga tidak ada yang menjaga anaknya,” tutur Kasipidum Kejari Siak, Rian.
Mengingat pada saat itu berkas perkara tahap I belum diterima, sehingga Kasi Pidum mengatakan hal tersebut tidak memungkinkan. Kemudian, Rian melanjutkan, disampaikan kepada Safri Sibagariang bahwa jaksa berwenang melakukan penahanan atau tidak terhadap istrinya tersebut setelah polisi menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada jaksa (tahap II).
Dan itupun ada standar operasional prosedur (SOP) yang harus dijalani dan dilaporkan kepada pimpinan terkait penangguhan penanganan. Dengan harus memperhatikan seluruh aspek dari tersangka itu sendiri.
Mendengar penjelasan Kasipidum Kejari Siak itu, lanjut Rian, Safri Sibagariang meminta kepada Kasipidum dengan raut wajah dan nada suara yang cukup emosi, agar sel tahanan istrinya dipisahkan dengan sel tahanan lainnya. “Dan kalau bias, istrinya menghuni sel tahanan sendiri,” ujarnya.
Mendengar hal tersebut kemudian ditegaskan oleh Kasi Pidum bahwa hal tersebut tidak memungkinkan. Karena posisi perkara masih dalam tahap penelitian (tahap I) dan berkas perkaranya pun belum diterima oleh Kejaksaan dari penyidik polsek Minas.
Oleh karenanya, yang berwenang adalah Polsek Minas yang melakukan penahanan kepada Mewa Riska Boru Manullang, yakni isteri Safri Sibagariang.
“Kemudian Saudara Safri Sibagariang tetap ngotot dan terkesan memaksakan kehendaknya untuk dikabulkan, sambil menawarkan sejumlah uang. Dan pada saat itu, Kasipidum bereaksi dengan nada sedikit tinggi mengatakan kepada Saudara Safri Sibagariang bahwa walaupun Saudara Safri Sibagariang menawarkan kepada saya uang lebih dari apa yang ia tawarkan, uang lebih dari itu saya akan menolak dengan tegas permohonan tersebut,” jelas Rian.

Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) Oktaviandi B Tri Anugrah Sitorus mengatakan, boleh saja Jaksa berkelit dan mencari-cari pembenaran. Bahkan bisa pula mengutak-atik pasal-pasal.
Namun, yang pasti, pihaknya meminta Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Sanitiar Burhanuddin untuk menelusuri dan memantau proses penanganan perkara ini di Kejaksaan Negeri Siak (Kejari Siak).
“Silakan saja Kasipidum Kejari Siak memberikan pernyataan pers dan seolah mencari pembenaran dengan apa yang diungkapkan Safri Sibagariang atas perbuatan dan perilaku oknum jaksa kepada dirinya. Kami melaporkan ke Kejaksaan Agung kok. Kami minta diusut dan dikonfrontir secara terbuka penjelasan Kasipidum itu dengan Saudara Safri Sibagariang,” tutur Oktaviandi, di Jakarta, Sabtu (01/08/2020).
Oktaviandi menegaskan, oknum aparat hukum, entah itu oknum polisi atau oknum jaksa yang melakukan kriminalisasi dan dugaan pemerasan, jangan dilindungi.
“Ingat, penegak hukum itu harusnya menegakkan hukum dan keadilan. Jangan berkelit-berkelit atau mencari-cari pembenaran. Apalagi mencari-cari dalil untuk mengkriminalisasi warga. Itu sangat berbahaya bagi penegakan hukum kita,” ujar Oktaviandi.
Awal mula kasus ini, Safri Sibagariang yang sudah 5 tahun lebih membuka usaha jual beli barang bekas di Minas, dan mengelola usaha itu bersama isterinya Mewa Riska Boru Manullang, didatangi oleh dua orang yang tidak dikenal.
Pada tanggal 18 Oktober 2019 lalu, sekitar jam 10 siang, dua orang pria dengan mengendarai sepeda motor mendatangi tempat usaha mereka di Jalan Arengka 2, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru.
Ternyata, kedua orang yang tidak dikenalnya itu hendak menjual tembaga gosong. Kedua penjual itu menanyakan harga tembaga per kilogramnya.
Saat itu, Safri Sibagariang sedang mengopi di warung di seberang tempat usahanya. Di gudang tempat usaha, hanya ada pekerja. Sedangkan isterinya, Mewa Riska Boru Manullang, sedang mengurus anak-anak mereka yang masih kecil-kecil, di bagian belakang rumah.
Pekerjanya menjawab dua orang tak dikenal itu, bahwa harga tembaga sekarang Rp 62 ribu per kilogram.
Setelah bernegosiasi harga dan sepakat, tembaga tersebut ditimbang oleh pekerjanya Safri di tempat usahanya itu. Berat tembaga yang dibeli itu 16 Kilogram.
Lalu, untuk pembayaran, pekerja melapor ke isterinya Safri Sibagariang, yakni Mewar Riska Boru Manullang yang sedang beraktivitas di dalam rumah. Kemudian, membayarkan tembaga itu.
Satu jam berselang, yakni sekitar pukul 11 siang itu juga, 4 orang pria yang mengaku anggota Polisi dari Polsek Minas juga tiba di tempat usahanya Safri.
Anggota Polisi bertanya tentang orang yang baru saja menjual tembaga di tempat Safri. “Adakah orang yang menjual tembaga ke sini? Tanya mereka. Belum sempat dijawab. Polisi itu langsung melihat goni yang berisikan tembaga sebesar 16 kilogram itu. Karena memang barang itu, terletak di tempat yang terang, bukan di tempat tersembunyi.
Selanjutnya, Polisi itu bertanya lagi, Siapa yang jual ini? Mewa Riska Boru Manullang menjawab, “Tidak kenal,”. “Tahu ini barang siapa?” lanjut Polisi. Mewa Riska Boru Manullang menjawab apa adanya. “Saya tidak tahu barang itu barang siapa. Karena usaha saya membeli barang rongsokan, maka saya beli tembaga tersebut. Dan tembaga tersebut sudah dibakar. Dan sudah tidak bisa dipakai lagi. Makanya saya beli,” terangnya.
Kemudian, Polisi memperlihatkan foto orang di henpon milik polisi. Dan bertanya, apakah mengenal orang yang ada di dalam foto tersebut.
Seorang pekerja yang menimbang tembaga tadi menjawab, orang yang ada di foto tersebut adalah orang yang menjual tembaga tadi. “Ini orang yang menjual tembaga tadi,” jawab pekerja.
Setelah mendengar jawaban itu, Polisi, pekerja dan pihak Safri Sibagariang mencari penjual tembaga tersebut.
Polisi meminta, agar bersama-sama mencari dua orang penjual tembaga yang sudah melarikan diri itu.
Dalam pencarian, mereka berhasil menemukan seorang penjualnya. Sedangkan satu orang lagi berhasil lolos.
Hari itu juga, pekerjanya Safri juga di bawa ke Kantor Polsek Minas, untuk dimintai keterangan terkait jual beli tembaga itu.
Keesokan harinya, Mewariskan Boru Manullang, isterinya Safri Sibagariang juga dimintai keterangan oleh anggota Polsek Minas, sebagai saksi.
Persoalan itu kemudian lanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri Siak. Salah seorang pelaku penjualan tembaga itu, yakni Albert alias Robert pun telah diputus bersalah sebagai penadah. Dengan hukuman 1 Tahun penjara.
Anehnya, setelah 6 bulan berlalu, pada tanggal 03 Juni 2020, Polisi datang mengantar Surat Panggilan ke Safri Sibagariang untuk segera menghadap Polsek Minas. Anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu datang pada pagi hari, dan memberitahukan bahwa pada tanggal 04 Juni 2020 akan dimintai keterangan sebagai Saksi. Surat yang diserahkan Polisi itu tertanggal 02 Juni 2020.
Mewa Riska Boru Manullang, isterinya Safri Sibagariang kebetulan sedang berada di rumah. Sedangkan Safri sendiri sedang pergi keluar kota untuk mengurus pekerjaan.
Mewa Riska Boru Manullang menyampaikan, suaminya Safri Sibagariang sedang ke luar kota dan akan kembali pada keesokan harinya.
Oleh karena itu, Mewa Riska Boru Manullang menyampaikan, dirinya juga tidak bisa hadir ke kantor Polsek Minas pada 04 Juni 2020. Karena dia hanya sendirian di rumah mengurus 4 orang anaknya. Sedang suaminya, Safri Sibagariang masih di luar kota.
Keanehan semakin menjadi-jadi dilakukan oleh Polisi. Sebab, pada malam harinya, anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu kembali datang ke rumah Safri Sibagariang. Sekitar pukul 19.00 WIB. Tanpa membawa apa-apa. Tidak ada Surat Perintah menjemput, dan tidak ada Surat Perintah Penangkapan.
Malam hari tanggal 04 Juni 2020 itu, anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu membujuk Mewa Riska Boru Manullang agar bersedia dibawa ke Kantor Polsek Minas. Dan menjanjikan proses pemeriksaan hanya akan berlangsung sebentar, dan Mewa Riska Boru Manullang akan kembali diantar pulang ke rumahnya pukul 22.00 WIB.
Namun, Mewa Riska Boru Manullang menolak secara halus. Sebab suaminya tidak di rumah, dan anak-anaknya tidak ada yang menjagai.
Mewa Riska Boru Manullang meminta agar dirinya diperkenankan datang ke Kantor Polsek Minas pada keesokan harinya saja. Setelah hari terang, dan setelah suaminya pulang.
Akan tetapi, permintaan Mewa Riska Boru Manullang itu ditolak mentah-mentah oleh anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu.

Malam itu juga Mewa Riska Boru Manullang dipaksa dan diangkut, bersama 4 orang anaknya ke Kantor Polsek Minas.
Safri Sibagariang yang menghubungi rumah, terpaksa terburu-buru pulang. Setibanya di rumah, Safri menemukan rumahnya berantakan. Pintu rumah tidak dikunci. Lampu rumah dan gudang juga padam. Tak ada orang di rumah.
Dengan mengendarai mobil pick up, Safri Sibagariang langsung menuju Kantor Polsek Minas. Untuk mencari tahu keberadaan isteri dan anak-anaknya. Jarak dari rumah Safri Sibagariang dengan Polsek sekitar 60 Kilometer.
Setibanya di kantor Polsek Minas, Safri Sibagariang menemukan isteri dan anak-anaknya dimasukkan ke sebuah ruangan kosong gelap, tanpa alas dan tanpa lampu. Anak-anaknya tampak menangis dan ketakutan.
Sementara, anggota Penyidik Polsek Minas menyodorkan sebuah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan penetapan Mewa Riska Boru Manullang sebagai tersangka atas dugaan penadahan tembaga curian dari PT Chevron.
“Pemeriksaan itu tidak pernah dilakukan kepada Isteri saya. Sebab, isteri saya mengatakan dirinya tidak diperiksa oleh penyidik di Polsek Minas. Itu adalah Surat sewaktu isteri saja diperiksa sebagai saksi beberapa bulan lalu,” ungkap Safri Sibagariang kepada wartawan.
Safri Sibagariang mengungkapkan, Surat Penangkapan, dan sekaligus Surat Penahanan oleh Polisi itu diberikan kepada dirinya setelah Safri tiba di Kantor Polsek Minas. Dan, setelah isterinya, Mewa Riska Boru Manullang dipaksa untuk menandatangani. Hari itu juga, Isterinya Mewa Riska Boru Manullang langsung dibawa Polisi lagi ke kantor Polres Siak. Untuk menjalani penahanan.
Safri Sibagariang berupaya memohon agar anak-anak dan isterinya dilepas saja. Sebab, tidak benar apa yang dituduhkan Polisi kepada isterinya. Jika pun harus ada penahanan, Safri Sibagariang meminta kepada Polisi agar dirinya saja yang ditahan, asalkan anak-anak dan isterinya dilepas dan dipulangkan ke rumah mereka.
Namun permintaan itu juga ditolak mentah-mentah oleh anggota Polisi. Bahkan, anggota polisi membentak Safri Sibagariang dengan menuduhnya hendak menghalang-halangi proses penyidikan.
Melihat semua peristiwa itu, Safri Sibagariang memberanikan diri menghubungi Kapolsek Minas, Kompol Birma Naipospos. Untuk meminta tolong agar anak-anak dan isterinya dilepas.
Kapolsek Minas, Kompol Birman Naipospos mengarahkan Safri Sibagariang menemui Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris.
Dari Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris, menyampaikan, tidak mungkin dilepas. Namun bisa dibantu agar diperringan hukumannya nanti.
Dari Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris, Safri Sibagariang juga mendapat ‘petunjuk’ bahwa untuk mengurangi hukuman isterinya Mewa Riska Boru Sibagariang, Safri Sibagariang perlu mempersiapkan uang Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Sebab tuduhan kepada Mewa Riska Boru Manullang diprediksi akan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara nantinya.
“Saya katakan, saya hanya punya uang Rp 10 juta. Itu pun harus meminjam kiri kanan. Dan saya pun disuruh memenuhi Rp 10 juta. Saya ke ATM dan mengambil uang. Ketika saya hendak menyerahkan ke Pak Dafris, Pak Dafris mengatakan kebanyakan. Nanti Pak Kapolsek Minas bisa marah kalau diterimanya Rp 10 juta. Akhirnya, dibagi dua saja. Saya akhirnya menyerahkan Rp 5 juta. Dan kemudian, saya diminta menemui Jaksa juga,” ungkap Safri Sibagariang.
Safri melanjutkan, dengan dikawal anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul, dirinya menemui Jaksa bernama Wira di ruangan Jaksa Wira.
“Saya bersama dua anggota Polsek Minas yaitu Budi dan Johan bertemu langsung di ruangan Jaksa Wira,” ujarnya.
Kepada Safri Sibagariang, Jaksa Wira memberikan semacam contoh penanganan kasus sejenis.
“Jaksa Wira mengatakan kepada saya, ada kasus yang mirip dengan yang dialami Isteriku yang ditangani Jaksa. Dan karena berat, dan sudah keluar SPDP-nya, maka untuk mengurangi hukuman menjadi di bawah 1 tahun, disediakan uang Rp 50 juta,” beber Safri.
Mendengar penjelasan itu, Safri Sibagariang meradang. Dan meminta agar tidak sebanyak itu uang yang harus disediakannya hanya untuk melepas isterinya yang dikriminalisasi itu.
Percakapan masih berlanjut dengan Jaksa Wira, Safri diminta menyediakan uang Rp 30 juta saja, agar hukuman yang akan dijatuhkan kepada isterinya, Mewa Riska Boru Manullang diringankan, menjadi di bawah 1 tahun penjara.
“Saya tidak punya uang sebanyak itu. Lagi pula saya dan isteri saya tidak tahu menahu apa urusan kabel yang dijual ke kami dengan isteriku harus dipaksa menjadi penadah? Saya bilang, saya pikir-pikir saja dulu soal uang Rp 30 juta itu,” tutur Safri.
Selepas dari pertemuan itu, atas saran dari saudaranya, Safri Sibagariang meminta dibantu oleh pengacara. Dan mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Siak, atas status isterinya Mewa Riska Boru Manullang yang dijadikan tersangka atas dugaan penadah.

Safri mengungkapkan, pada kasus persidangan terdakwa pelaku penjual tembaga bernama Albert alias Robert waktu itu, isterinya Mewa Riska Boru Manullang adalah sebagai saksi. Namun pada waktu itu, Jaksa juga meminta uang agar tidak merepoti proses persidangan.
“Saya berikan Rp 1 juta waktu itu ke Jaksa. Ya udahlah, daripada dipersulit dan makin aneh-aneh, saya kasih Rp 1 juta ke Jaksa,” ungkapnya.
Keanehan lain, lanjutnya, setelah Mewa Riska Boru Manullang menjalani penahanan selama 20 hari, polisi menelepon dirinya, untuk bertemu sebentar dan menandatangani bukti pengiriman surat.
“Ya karena cepat dan terkesan buru-buru, kami jumpa di jalan, saya disuruh menandatangani bukti penerimaan surat,” ujarnya.
Setelah tiba di rumah, Safri Sibagariang dan anak-anaknya membuka surat itu dan membacanya bersama-sama.
“Ternyata, itu Surat Perpanjangan Penahanan Isteri saya. Saya baca surat tersebut. Di Surat itu ada tandatangan isteri saya,” ujarnya.
Keesokan harinya, Safri berupaya menghubungi isterinya lewat penjaga tahanan. Safri mengisi paket pulsa Si Penjaga agar bisa video call, dan memperlihatkan Surat Perpanjangan Penahanan yang diterimanya.
“Besoknya, saya langsung berupaya menghubungi isteri saya ke dalam sel tahanan untuk menanyakan apakah benar isteri saya menandatangani Surat Perpanjangan Penahanan? Aku terkejut, sebab menurut isteriku, dia tidak pernah diminta untuk menandatangani surat. Dan tidak pernah diberikan surat apapun. Sejak isteriku ditahan di Polres Siak, sampai sekarang, istriku tidak pernah ditanya Polisi tentang apa masalahnya sehingga dia ditahan. Isteriku sudah 43 hari di dalam sel tahanan Polisi,” ungkapnya.
Safri Sibagariang mengatakan, dirinya juga sudah mengupayakan langkah hukum dengan mengajukan Praperadilan atas penahanan yang dilakukan Polisi kepada isterinya. Permohonan Praperadilan dilakukan di Pengadilan Negeri Siak.(RGR)