Ekonom berpandangan, Pertumbuhan Ekonomi yang minus hingga diangka 10 persen, tidak akan menjadi masalah, asalkan masyarakat itu sendiri terlindungi.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Matawardaya menjelaskan, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen year on year (yoy).
Angka ini memburuk dari Q1 2020 yang mencapai 2,97 persen dan Q2 2019 yang mencapai 5,05 persen.
“Perekonomian Indonesia Q2 2020 (yoy) dibandingkan Q2 2019 kontraksi 5,32 persen,” ujar Kepala BPS Suhariyanto, dalam konferensi pers virtual, Rabu (05/08/2020) lalu.
Berly Martawardaya menuturkan, konstraksi pertumbuhan ekonomi di kuartal ke II ini masih relatif dibanding tahun 1999.
“Di tahun 1999 kita minus 13 persen. Di tahun ini kita minus 5,32 persen. Ya masih relatif-lah,” ujar Berly Matawardaya, Rabu (12/08/2020).
Berly Martawardaya yang juga dosen Magister Kebijakan dan Perencanaan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini menjelaskan, ekonomi akan membaik jika vaksin Covid-19 ditemukan, sekaligus menandakan pandemi ini sudah selesai.
“Katakanlah vaksin Covid-19 dapat digunakan paling lama akhir tahun depan, ya berarti harus survive sampai akhir tahun depan,” ucapnya.
Untuk itu, Ketua PP Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) ini juga meminta pemerintah untuk fokus menyelamatkan masyarakat.
“Yang paling penting adalah menyelamatkan masyarakat yang rentan, jangan mikir pertumbuhan ekonomi. Minus 10 juga enggak apa-apa, asal masyarakat terselamatkan,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, ada 92 Kabupaten dan Kota yang tidak memperbarui data kemiskinan penduduk sejak 2015.
Menurut Berly, Bantuan Sosial (Bansos) sampai saat ini belum punya fokus, karena data masyarakat yang membutuhkan masih belum di-update.
“Ya gimana mau fokus, data kemiskinanya belum di-update. Jadinya Program Pemulihan Ekonomi Nasioanl tidak punya fokus pada rakyat miskin,” pungkas Berly.(JTM)