Tepat pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke 75, Jaksa Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin meninggal dunia karena terkena virus corona atau Covid-19.
Kabar duka itu beredar di grup-grup wartawan. “Turut berdukacita atas berpulangnya saudara kita, Jaksa Fedrik, karena Corona. Semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan penghiburan,” tulis salah seorang Jaksa dengan mengirimkan video terakhir kondisi Jaksa Fedrik, pada Pukul 12.39 WIB, Senin (17/08/2020).
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Hari Setiyono juga menginformasikan kebenaran berita bahwa Jaksa Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin meninggal dunia karena sakit.
“Innalillahi wainailaihi rojiun. Telah berpulang ke Rahmatullah, Saudara kita Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin, SH. MH. Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, pada hari ini Senin tanggal 17 Agustus 2020 sekitar pukul 11.00 di RS Pondok Indah Bintaro, Smoga Alm. Husnul Khotimah, Aamiin ya robbal alamin,” tulis Kapuspenkum Hari Setiyono.
Jaksa Fedrik meninggal setelah sempat pulang ke daerah Baturaja, Sumatera Selatan, untuk urusan keluarga.

Siapa sebenarnya Jaksa Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin? Fedrik Adhar Syaripuddin adalah jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang sempat menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik Senior di KPK, Novel Baswedan.
Jaksa Fedrik Adhar Syaripuddin sempat menjadi sorotan warganet tatkala menangani kasus itu.
Sebab, Jaksa Fedrik menyebut kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi tanpa disengaja.
Atas dasar itu pula, Jasa Fedrik menuntut dua terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, masing-masing hanya satu tahun penjara.
Jaksa Agung ST Burhanuddin juga sempat menyatakan enggan menyalahkan Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara penyiraman air keras Novel Baswedan, yakni Fedrik Adhar Syaripudin atas keputusannya yang menuntut satu tahun penjara bagi dua terdakwa.
Kendati begitu, Burhanuddin mengatakan perkara Novel bakal menjadi bahan evaluasi bagi Kejaksaan Agung, termasuk menyoal kinerja jaksa Fedrik.
“Kasus Novel ini juga evaluasi bagi kami. Kami tidak menyalahkan juga jaksanya karena biasanya jaksa ini menuntut berdasarkan fakta-fakta di persidangan,” kata Burhanuddin dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (29/6/2020) silam.
Nama Jaksa Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin sempat mencuat pada 2016 lalu. Namun, bukan karena kasus yang ditanganinya, melainkan karena komentarnya di media sosial terkait penetapan tersangka seorang jaksa oleh KPK.
Jaksa yang ditangkap kala itu adalah Fahri Nurmallo. Fahri adalah ketua tim Kejati Jabar yang menangani kasus Jajang Abdul Kholik, terdakwa kasus korupsi BPJS Jabar.
Namun, seminggu sebelum penangkapan KPK, Fahri sudah dimutasi ke Jawa Tengah. “Kemana century, blbi, hambalang e ktp,, yg ratusan trilyun, ngapain ott kecil2 ,, kalo jendral bilang lawan, kita suarakan lebih keras perlawanan dan rapatkan barisan,” tulis Fedrik dalam kirimannya di media sosial, Selasa (12/4/2016).
Namun, twit tersebut kemudian diklarifikasi oleh Kasi Penkum dan Humas Kejati Sumsel Hotma.
Menurut Hotma, apa yang dilakukan jaksa di Muara Enim tersebut hanya menyuarakan hak pribadinya dan tidak ada sangkut pautnya dengan institusi.
“Meski dia jaksa, tidak ada hubungannya dengan institusi. Dari Kejari Muara Enim juga tidak ada laporan mengenai hal itu,” katanya.

Pada tahun 2017, Fedrik menjadi JPU yang menuntut Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Setelah pindah ke Kejari Jakarta Utara, Fedrik ikut dalam sebuah kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Fedrik masuk menjadi satu dari 13 JPU yang mendakwa dan menuntut Ahok.
Kasus ini sendiri berujung pada vonis dua tahun terhadap Komisaris Utama Pertamina ini.
Vonis tersebut dibacakan oleh hakim pada persidangan yang berlangsung di Kementerian Pertanian, Ragunan, Selasa (9/5/2017).
Perbuatan Ahok dinilai memenuhi unsur Pasal 156a KUHP. Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa.
Waktu itu, JPU menuntut Ahok dengan hukuman satu tahun penjara ditambah dua tahun masa percobaan.
Pada tahun 2018, Fedrik juga sempat menjadi JPU dalam kasus narkoba yang menimpa pengusaha kertas Gunarko Papan.
Sebagai JPU, Fedrik menuntut Gunarko dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara karena menggunakan narkoba dengan barang bukti sabu dengan berat bruto 4,60 gram, alat hisap sabu, korek, dan ponsel.
Akan tetapi, Gunarko divonis lebih rendah dari tuntutan Fedrik. Ia divonis menjalani hukuman satu tahun penjara.
Tahun 2019 lalu, Fedrik juga sempat menjadi sorotan. Ia waktu itu menjadi JPU atas kasus narkoba yang menimpa vokalis Zivilia yakni Zulkifli alias Zul.
Dalam sidang yang berlangsung pada Senin (9/12/2019) silam, Fedrik menuntut Zul dengan hukuman mati.
“Terdakwa tiga, Zulkifli bin Jamaluddin selama seumur hidup dengan tetap ditahan,” ujar Jaksa Fedrik saat membacakan tuntutannya. Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Zul telah menyimpang dari program pemerintah dan merusak generasi muda.
“Untuk terdakwa Zulkifli, hal-hal yang memberatkan tidak sejalan dengan program pemerintah dan merusak generasi muda Indonesia. Hal-hal yang meringankan tidak ada,” lanjutnya.
Jaksa menuntut Zul dengan Pasal 114 ayat 2 juncto 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Akan tetapi, majelis hakim berkata lain. Penyanyi lagu “Aishiteru” ini divonis selama 18 tahun penjara.
Berikut profil Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin. Usia: Fedrik Adhar berusia 37 tahun. Ia lahir pada 28 September 1982.
Rekam jejak: Informasi dari NIP Fedrik Adhar juga dapat menyingkap beberapa hal terkait rekam jejaknya status kepegawaiannya di Kejaksaan RI.
Dokumen itu berjudul Daftar Peserta Seleksi Calon Peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa Kejaksaan RI Tahun Anggaran 2013 Yang Dinyatakan Lulus Tahap I (Akademik), tertanggal 1 April 2013 dengan nomor B-.247 /c.4/cp.2/04/2013.
Dokumen itu berisi para peserta yang lulus tahap 1 seleksi Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ).
Dalam dokumen itu, Fedrik Adhar berada di urutan ke – 41 yang diurutkan berdasarkan abjad nama.
Dari dokumen itu dapat diketahui bahwa Fedrik Adhar adalah PNS golongan IIIA dengan jabatan penyiap bahan administrasi penanganan perkara pada Kejari Palembang pada tahun 2013 lalu.
Diketahui pula bahwa Fedrik Adhar baru mengikuti PPPJ pada tahun 2013. Artinya apabila memang Fedrik Adhar lolos tes dan mengikuti PPPJ pada tahun 2013, maka dia akan mengikuti PPPJ selama 6 bulan. Sehingga seharusnya antara akhir 2013 atau awal 2014, Fedrik Adhar sudah dilantik menjadi jaksa.
Berikutnya dokumen tersebut juga memberitahukan NIP Fedrik Adhar, yakni 198209282008121001.
Dari NIP itu dapat diketahui 2 hal, yakni tanggal lahir, bulan-tahun pengangkatan sebagai CPNS kejaksaan.
Sedangkan Angka 198209282008121001 (yang dicetak tebal) menunjukkan bahwa Fedrik Adhar diangkat menjadi CPNS Kejaksaan Republik Indonesia pada bulan Desember tahun 2008.
Kehidupan Jaksa Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin juga sempat menjadi sorota publik karena viral terkait harta kekayaannya.
Menurut laporan e-announcement KPK berupa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam situs web elhkpn.kpk.go.id yang dilaporkan pada tahun 2018, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar memiliki total harta kekayaan Rp 5.820.000.000 (lima miliar delapan ratus dua puluh juta).
Fedrik memiliki dua bidang bangunan yang letaknya di Oku Timur dan Kota Palembang, Sumatera Selatan. Semuanya berjumlah Rp 2.550.000.000 (dua miliar lima ratus lima puluh juta).
Sedangkan rincian alat transportasi yang dimiliki Fedrik dalam LHKPN berupa empat mobil dan satu sepeda motor dengan total Rp 337.000.000 (tiga ratus tiga puluh tujuh juta).
Mobil yang dimiliki Fedrik Adhar yakni mobil sedan Honda Civic tahun 2006, Honda Jazz tahun 2006, mobil sedan Lexus tahun 2005, dan Toyota Fortuner tahun 2017. Sementara satu motor merupakan Honda Vario tahun 2013.
Berikut rincian harta kekayaan bergerak Fedrik Adhar:
1. Honda Civic Sedan tahun 2006, hasil sendiri Rp 185.000.000
2. Honda Jazz Minibus tahun 2006, hasil sendiri Rp.130.000.000
3. Lexus Sedan tahun 2005, hasil sendiri Rp 5.000.000
4. Fortuner Suv tahun 2017, hasil sendiri Rp 5.000.000
5. Honda Vario tahun 2013, hasil sendiri Rp 12.000.000
Selain itu, Fedrik juga memiliki harta bergerak lainnya sejumlah Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta), diikuti kas dan setara kas sebesar Rp 61.000.000 (enam puluh satu juta) serta harta lainnya Rp 570.000.000 (lima ratus tujuh puluh juta). Di luar itu, Fedrik Adhar juga memiliki utang dengan nilai Rp 198.000.000.
Nama Fedrik Adhar pada tahun 2016 sempat membuat kontroversi karena menilai aksi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK hanyalah pencitraan.(RGR)