Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Sanitiar Burhanuddin tidak hanya menggertak akan menindaktegas para oknum jaksa yang terbukti melakukan tindak pemerasan dan juga korupsi.
Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun) ini membuktikan, sebanyak 6 Jaksa ditindaktegas oleh Kejaksaan atas dugaan pemerasan terhadap 64 Kepala Sekolah SMP di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau.
Hal itu diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Hari Setiyono, dalam konperensi pers yang digelar di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Selasa (18/08/2020).
Keenam Jaksa yang dijatuhi sanksi oleh Korps Adhyaksa itu adalah Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kajari Inhu) Hayin Suhikto, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kasi Pidsus Kejari Inhu) Ostar Al Pansri, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kasi Intel Kejari Inhu) Bambang Dwi Saputra, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Inragiri Hulu (Kasi Datun Kejari Inhu) Berman Brananta, Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kasi Barang Rampasan Kejari Inhu) Andy Sunartejo, dan Kepala Sub Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kasubsi Barang Rampasan Kejari Inhu) Rionald Febri Rinando.
Hari Setiyono menegaskan, penjatuhan sanksi itu dilakukan setelah Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus)melakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi.
Pemeriksaan juga dilakukan dengan didukung oleh alat bukti dan barang bukti lainnya serta melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dan ternyata, dari 6 jaksa itu, 3 dijatuhi sanksi administrasi, dan 3 dijadikan tersangka dugaan kasus korupsi, kemudian langsung dilakukan penahanan.
Untuk diketahui pula, lanjut Hari Setiyono, permasalahan tersebut juga dilaporkan oleh Inspektorat Kabupaten Inhu ke KPK.
Oleh karena itu, Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus melakukan telaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Bidang Pengawasan.
Dan disimpulkan telah cukup bukti adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi, maka setelah dilakukan koordinasi dengan KPK kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (SPP) dan dilakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi yang dihubungkan dengan alat bukti dan barang bukti.
“Maka Jaksa Penyidik menetapkan 3 orang Tersangka dan langsung dilakukan penahanan rumah tahanan negara (Rutan) untuk masa selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 15 Agustus 2020 sampai dengan tanggal 03 September 2020 di Rutan Kelas I Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujar Hari Setiyono.
Ketiga jaksa yang ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan itu adalah, Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kajari Inhu) Hayin Suhikto inisial HS, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kasi Pidsus Kejari Inhu) Ostar Al Pansri inisial OAP, dan Kepala Sub Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kasubsi Barang Rampasan Kejari Inhu) Rionald Febri Rinando inisial RFR.
“Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) penyalahgunaan wewenang sebagai Jaksa,” lanjut Hari Setiyono.
Hari Setiyono menuturkan, kasus posisi perkaranya sendiri berawal dari pemberitaan di beberapa media massa terkait pengunduran diri sebanyak 64 Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Kabupaten Indragiri Hulu, karena merasa tertekan akibat diperas oleh aparat penegak hukum Kejaksaan Negeri Inhu yang bekerja sama dengan LSM dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dia melanjutkan, terhadap pemberitaan di media masa tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau telah memerintahkan Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Riau untuk melakukan klarifikasi.
Dan hasilnya berkesimpulan untuk dilakukan inspeksi kasus sehingga berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Nomor: 237/L.4/L.1/07/2020 tanggal 21 Juli 2020 telah memerintahkan Asisten Pengawasan untuk melakukan Inspeksi Kasus kepada keenam jaksa itu.
Kemudian, dasil dari Inspeksi Kasus tersebut dituangkan dalam Laporan Hasil Pemerikasaan (LHP) yang menyimpulkan bahwa terhadap 6 orang pejabat tersebut dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau perbuatan tercela. Sebagaimana di maksud pasal 4 angka 1 dan angka 8 junto pasal 13 angka 1 dan angka 8 PP 53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Yang menyebutkan, setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang dan menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan atau pekerjaannya,” lanjut Hari Setiyono.
Atas dasar LHP Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Riau, lanjutnya lagi, kemudian Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung (Jamwas) sependapat dengan LHP tersebut. Sehingga kepada 6 orang Jaksa tersebut dijatuhi hukuman disiplin berupa Pembebasan Dari Jabatan Struktural berdasarkan Surat Keputusan Wakil Jaksa Agung R.I. Nomor : KEP-IV-042/B/WJA/08/2020 s/d Nomor : KEP-IV-047/B/WJA/08/2020 tanggal 7 Agustus 2020.
Selain dijatuhi hukuman disiplin sebagai PNS, lanjut Hari, karena dalam kasus tersebut terdapat dugaan peristiwa Tindak Pidana Korupsi, maka Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung (Jamwas) melimpahkan kasus tersebut ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus).
Terhadap para Tersangka, disangkakan melanggar Pasal 12 e atau pasal 11 atau 5 ayat 2 junto ayat 1 huruf b UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hari Setiyono mengatakan, penahanan dengan melakukan penempatan para Tersangka di dalam tahanan Rutan, adalah berdasarkan pertimbangan, pertama, alasan obyektif, sebagaimana tertuang pada Pasal 21 ayat 4 KUHAP.
Bahwa pasal sangkaan terhadap para Tersangka, yakni melanggar Pasal 12 e atau Pasal 11 atau 5 ayat 2 jo ayat 1 huruf b UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke -1 KUHP.
“Dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih,” ujarnya.
Dan kedua, alasan subjektif sebagaimana tertera pada Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
“Dikhawatirkan para tersangka melarikan diri, mempengaruhi saksi-saksi, dan atau menghilangkan barang bukti sehingga dapat mempersulit pemeriksaan penyidikan atau menghambat penyelesaian penyidikan perkara dimaksud,” tutup Hari Setiyono.
Dikarenakan para jaksa itu merupakan anggota dari Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), maka ketiga jaksa yang dijadikan tersangka dan ditahan tersebut akan mendapatkan pendampingan dari PJI selaku organisasi induknya.
“Sekarang masih dalam proses pembahasan untuk pendampingan Bantuan Hukum tersebut,” tandas Hari Setiyono.(RGR)