Operasi Patuh Jaya Dan Penumpukan Urus Tilang Jadi Cluster Baru Penyebaran Covid-19, Jaksa dan Polisi Saling Lempar Tanggungjawab

Uncategorized90 Dilihat

Dua institusi penegak hukum menjadi sorotan di saat meningginya penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta. Polda Metrojaya dan Kejaksaan, dianggap sebagai salah satu faktor munculnya cluster baru penyebaran Covid-19 di Ibukota.

Sebab, Polda Metrojaya sendiri sedang getol melaksanakan Operasi Patuh Jaya, untuk menindak para pengendara kendaraan bermotor yang melanggar, dan menilangnya. Sedangkan di Kejaksaan, seperti di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), setiap hari kini mengalami antrian panjang dan penumpukan para pengendara motor untuk mengurus tilang. Padahal, di Kejari Jakpus pun sudah diterapkan pelayanan tilang online, namun sepertinya tak berfungsi.

Kabid Humas Polda Metrojaya, Kombes Pol Yusri Yunus menolak jika disebut pihaknya yang menyebabkan antrian panjang pengurusan tilang di Kejaksaan.

“Antrian itu merupakan tanggung jawab pihak kejaksaan. Itu tugas mereka memberikan pelayanan kepada para pelanggar lalulintas yang hendak mengambil barang bukti tilang. Jadi, tanya ke kejaksaan saja. Kan di sana, mereka yang ngatur,” tutur Kombes Pol Yusri Yunus, Senin (24/08/2020).

Yusri juga tak mau jika kinerja institusinya dijadikan alasan penyebab cluster baru penyebaran Covid-19 di Ibukota Jakarta.

“Sama halnya seperti di LP (Lapas). Kenapa LP penuh?” elak Kombes Yusri.

Sementara, pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) melempar kondisi itu ke pihak Polda Metrojaya.

Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kajari Jakpus) Riono Budisantoso, penumpukan dan antrian panjang yang setiap hari dihadapi mereka dikarenakan adanya Operasi Patuh Jaya 2020 yang dilakukan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sejak 23 Juli sampai 5 Agustus 2020. Operasi itu, menurutnya, kurang efektif di masa pandemi Covid-19 ini.

Operasi Patuh Jaya itu malah menimbulkan terjadinya penumpukan para pengendara di depan Kantor Kejari Jakpus untuk mengurus Surat Tilang. Antrian panjang pun tak terhindarkan.

“Antrian pelanggar di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat adalah konsekuensi dari pelaksanaan Operasi Patuh Jaya oleh Polda Metro Jaya. Yang mengakibatkan bertambah banyaknya orang yang terkena penindakan karena pelanggaran lalu lintas. Yang kemudian harus melakukan pembayaran denda tilang dan berupaya mendapatkan pengembalian barang bukti (SIM/STNK) yang disita oleh petugas,” tutur Kajari Jakpus Riono Budisantoso.

Riono mengungkapkan, Kejari Jakpus sudah mengeluarkan kebijakan dalam rangka mencegah terjadinya kerumunan.

Kebijakan yang dilakukan berupa penutupan loket pelayanan tilang secara fisik. Pelayanan tilang pun bisa dilakukan secara online.

Kebijakan itu juga dilakukan untuk menghindari terjadinya praktik percaloan dalam pengurusan Surat Tilang di Kejari Jakpus.

“Dalam rangka mencegah dan mengatasi praktik percaloan dan memerangi penyebaran virus di tengah pandemi Covid-19, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil kebijakan untuk menghilangkan kemungkinan kerumunan orang ketika menunggu pelayanan tilang di kantor Kejari Jakpus. Dengan cara menutup pelayanan secara fisik di loket pelayanan tilang dan hanya melakukan pelayanan secara online,” jelasnya.

Rio menerangkan, pembayaran denda tilang dapat dilakukan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI) 46 dan melalui Kantor Pos yang berada di wilayah Jakarta Pusat.

Kebijakan tersebut juga sudah diumumkan kepada masyarakat yang ingin mengurus surat tilang. Pengumuman di kantor Kejari Jakpus maupun melalui website dan media-media sosial yang dimiliki oleh Kejari Jakpus telah disosialisasikan.

“Pelayanan tilang secara online dimaksud sebenarnya telah dimulai sejak beberapa bulan yang lalu. Yaitu dengan tidak adanya lagi pembayaran denda tilang pada loket pelayanan tilang di kantor Kejari Jakpus. Dan mengharuskan pelanggar lalu lintas yang akan membayar denda tilang untuk melakukan pembayaran di bank-bank yang ditunjuk yakni BRI, Bank Mandiri, BNI 46 dan Kantor Pos yang ada di wilayah Jakarta Pusat,” jelasnya.

Riono melanjutkan, sebelum diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), para pelanggar tilang dapat mengambil barang bukti kekantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Namun setelah Pemerintah daerah memberlakukan PSBB, pengembalian barang bukti tilang dilakukan dengan mengirimkan langsung kepada para pemiliknya.

“Setelah pandemi Covid-19 khususnya sejak PSBB diberlakukan di wilayah DKI Jakarta, Kejari Jakpus menutup sepenuhnya layanan loket tilang. Dan hanya melayani pengembalian SIM/STNK melalui pengiriman ke alamat yang ditunjuk oleh pengguna layanan,” imbuhnya.

Menurutnya, semenjak diberlakukannya kebijakan tersebut, para pengendara yang ingin mengurus surat tilang tidak mengantri lagi di Kejari Jakpus.

Namun, sejak dilakukannya Operasi Patuh Jaya yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, malah mengakibatkan banyaknya jumlah pengendara yang terkena penindakan. Pelanggar aturan lalu lintas meningkat tajam daripada biasanya.

Nah, katanya, hal itulah yang diduga menjadi penyebab para pengendara mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

“Mungkin karena tidak mendapatkan edukasi atau informasi yang cukup mengenai perubahan layanan tilang di Kejari Jakpus. Yang tidak lagi melayani secara fisik di loket pelayanan. Para pelanggar lalu lintas ini kemudian tetap datang ke kantor Kejari Jakpus, sehingga terjadi kerumunan orang yang cukup mengganggu lingkungan sekitar,” tuturnya.

Oleh karena itu, Kejari Jakpus membuka pelayanan pengembalian barang bukti tilang bagi para pengendara yang sudah membayarkan denda tilang.

Pengembalian barang bukti tilang tersebut dibatasi hanya untuk 200 orang dalam sehari. Hal itu dilakukan dalam rangka mencegah kerumunan di lingkungan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

“Loket pelayanan tilang Kejari Jakpus per hari hanya melayani 200 orang yang telah membayar denda tilang dengan menunjukkan bukti pembayaran. Orang yang mendapat nomor antrian di atas 200 pada hari itu akan dilayani pada hari pelayanan berikutnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kasipidum Kejari Jakpus), Nurwinardi mengungkapkan, selama PSBB belum ada koordinasi yang dilakukan oleh kepolisian dalam rangka pelaksanaan Operasi Patuh Jaya.

“Mengenai Operaasi Patuh Jaya, itu kan dari Polda ya mas dan koordinasi sifatnya khusus. Belum ada dalam artian di tengah pendemi,” ujar Nurwinardi.

Menurutnya, semenjak Operasi Patuh Jaya yang dilakukan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sejak 23 Juli sampai 5 Agustus 2020, telah mengakibatkan berkas membengkak mencapai 6000 pelanggar.

Namun, menurutnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat selalu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

“Koordinasi dengan pihak-pihak terkait terus kita lakukan. Saat pendemi bulan Mei nihil tidak ada sidang tilang, Bulan Juni 2000-an sejak Patuh Jaya hampir 6000,” ungkap Nurwinardi.

Selain itu, Nurwinardi mengatakan, pihaknya sudah mengembalikan sejumlah barang bukti kepada para pelanggar lalulintas melalui pengiriman PT Pos Indonesia.

“Sudah lebih dari 5000 barang bukti tilang yang di kembalikan kepada para pengendara melalui jasa pengiriman PT Pos,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Nurwinardi mengaku Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat juga selalu berupaya memberangus percaloan di dalam pengambilan barang bukti tilang.

Salah satu langkah yang dilakukan oleh Kejari Jakpus untuk memberantas praktek pungli dengan meniadakan pembayaran di tempat.

“Kami terus berusaha memangkas habis praktek-praktek pungli atau apapun itu, dengan membuka banyak pintu. Sehingga menghindari pembayaran tunai di kantor kejaksaan. Contohnya, melalui kerjasama dengan PT Pos dan pengantaran langsung ke tempat pelanggar. Memang belum maksimal, namun kami akan terus berbenah,” pungkasnya.(RGR)