Para pejabat di Bank Rakyat Indonesia (BRI), terutama di tingkat cabang, banyak yang harus ditindaktegas, bahkan dicopot lalu diproses pidana.
Karena itu, Aparat Penegak Hukum (APH) harus serius melakukan pengusutan adanya dugaan praktik mafia dalam pemberian kredit fiktif kepada para nasabah. Seperti yang diduga dilakukan oleh Bank BRI Cabang Tanah Abang bersama PT Jazmina Asri Kreasi atau PT Jaztel.
Ketua LBH Gerai Hukum, Arthur Noija, yang mendampingi dan mengadvokasi sejumlah anak remaja yang menjadi korban penjebakan dalam kredit fiktif antara PT Jazmina Asri Kreasi (PT Jaztel) bersama Bank BRI Cabang Tanah Abang, mengungkapkan, sejumlah anak di bawah umur, seperti yang dialami dua anak kembar yang menjadi kliennya, yakni Tagiy Fauzi dan Tagiy Fauzan, dijebak dan menjadi korban kredit fiktif.
Keduanya dijebak atas praktik mafia kredit fiktif yang dilakukan PT Jazmina Asri Kreasi (PT Jaztel) dengan Bank BRI Cabang Tanah Abang.
Dalam pemberian dan pengajuan kredit saja misalnya, ada sejumlah kejanggalan yang diduga disengaja oleh PT Jazmina dengan Bank BRI Tanah Abang. Pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank BRI Cabang Tanah Abang, Jakarta Pusat, diduga tanpa melakukan analisis dalam pemberian kredit yang diajukan kepada kliennya tersebut.
“Bayangkan saja, umur klien kami yang pada saat itu masih 17 tahun dan masih duduk di bangku sekolah, kok bisa dijadikan sebagai penerima kredit hingga bernilai Rp 500 juta?” ungkap Arthur Noija, Selasa (01/09/2020).
Anehnya, lanjut Arthur, pihak Bank BRI Cabang Tanah Abang mendatangi rumah orang tua kedua anak kembar itu, untuk menagih utang kredit yang ditimpakan kepada mereka.
“Jadi mereka kan pelajar. Posisinya waktu transaksi masih berusia 17 tahun. Jadi setelah kejadian dua tahun kemudian, rumah mereka didatangi pihak BRI, rumah itu mau disita oleh pihak Bank BRI,” jelas Arthur.
Arthur mengingatkan, dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank, seharusnya ada analisis dengan melakukan survei sebelum memberikan kredit kepada nasabahnya.
Sedangkan para anak remaja, yang dijadikan korban itu didaftarkan sebagai karyawan di PT Jaztel Asri Kreasi. Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dimiliki kliennya, lanjut Arthur, adalah sebagai karyawan di perusahaan yang dimpimpin oleh Jasmina Julia Fatima sebagai Direktur Utama di PT Jaztel Asri Kreasi itu.
“Sekarang aku balik bertanya kebagian Analisa Bank BRI Cabang Tanah Abang itu, unsur 5 W + 1 H nya itu kemana?Tetangga kanan, kiri, muka, belakang, sama RT, RW-nya kemana?5 tetangga kiri 5 tetangga kanan, 1 kepala lingkungan yang menyatakan bahwa benar dia karyawan di salah perusahaan. Nah itu nggak punya,” ungkap Arthur lagi.
Sementara itu, data yang digunakan oleh pihak Bank BRI Cabang Tanah Abang juga tidak berdasar. Kliennya pada saat itu masih menjadi tanggung jawab orang tua dan masih berada dalam Kartu Keluarga (KK).
“Kemudian, pada saat dia masuk ke bank, KK-nya dia itu kan KK bapaknya. Dia kan masih ikut KK bapaknya,” ujarnya.
Oleh karena itulah, Arthur Noija menyebut, ada ‘permainan’ antara Bank BRI Cabang Tanah Abang dengan PT Jazmina Asri Kreasi (PT Jaztel) untuk memainkan kredit fiktif dengan cara memainkan para anak remaja sebagai pelakunya.
“Kejadian tersebut sarat akan permainan yang dilakukan oleh pejabat Bank BRI yang bermain dengan pihak swasta,” jelasnya.
Arthur juga menjelaskan, pihaknya sudah pernah mengirimkan surat somasi kepada pihak bank BRI Cabang Tanah Abang. Namun, pihak Bank BRI Cabang Tanah Abang menganggap persoalan tersebut tidak ada hubungannya dengan kuasa hukum korban. Pihak Bank BRI Cabang Tanah Abang mengaku hanya berurusan dengan korban dan pihak Perusahaan tempat dimana kliennya tersebut terdaftar sebagai karyawan yakni di PT Jazmina Asri Kreasi (Jaztel).
“Kan keliatan dia cuci tangan di situ,” ujar Arthur.
Sebelumnya, Arthur mengungkapkan, pernah ada orang yang mengaku dari pihak PT Jaztel mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerai Hukum. Namun orang tersebut tidak dapat membuktikan bahwa dia merupakan perwakilan dari PT Jaztel.
PT Jaztel sendiri kini sudah tidak diketahui dimana rimbanya. Alamat dan keberadaan perusahaan itu pun kini lenyap. Diduga, perusahaan itu adalah perusahaan buatan dan fiktif yang sengaja hendak bermain praktik mafia pemberian kredit fiktif bersama Bank BRI Cabang Tanah Abang.
“Tetapi pihak PT Jaztel tidak pernah datang ke kita lag,i semenjak mereka pernah melobi kita, datang ke kantor ngaku sebagai orang Jaztel tapi nggak bisa membuktikan legalitasnya dia,” tuturnya.
Selain itu, ia menduga PT Jastel sudah tidak lagi beroperasi lagi setelah beberapa kantornya yang berada di wilayah Jakarta tidak pernah dibuka lagi.
“Kantornya itu keliatan kalau kita masuk ke Sawah Besar, daerah Mangga Besar itu, itu cuman toko roti. Tapi di sebelah toko itu untuk bahan-bahan roti. Nah itu kantornya masuk ke atas. Kalau yang di Kampung Melayu yang di Tebet itu, itu sudah pindah. Tapi sudah tidak beroperasi lagi, sudah melarikan dirilah kasarnya,” bebernya.
Arthur mengungkapkan, pihak tidak ingin memperpanjang persoalan tersebut jika pihak PT Jaztel mempunyai itikad baik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Sederhana saja, kalau memang mau dibayarkan, ayok bareng-bareng ke BRI. Saya bawa ini 4 anak, kamu siapin uangnya baru kamu bayar itu ke BRI. Karena apapun yang terjadi, anak-anak ini dibutuhkan untuk tandatangan, sebab surat peminjaman alat kreditnya itu kan mereka yang tandatangan,” jelasnya.

Pada Kamis, 27 Agustus 2020 jam 10 pagi, dua orang anak remaja yang diduga dijebak PT Jaztel bersama Bank BRI Cabang Tanah Abang dipanggil dan dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus). Mereka dimintai keterangan terkait adanya dugaan korupsi berupa praktik pemberian kredit fiktif oleh Bank BRI Cabang Tanah Abang bersama PT Jaztel.
Dugaan ini mengemuka ketika puluhan remaja mendatangi lembaga Gerai Hukum yang dikelola oleh Arthur Noija. Para remaja itu mengadukan nasibnya dan meminta advokasi dari pihak Gerai Hukum. Mereka mengatakan telah terjebak kredit fiktif melalui dugaan manipulasi data yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi, PT Jaztel.
Fauzan dan saudara kembarnya Fauzi, dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dikarenakan korban manipulasi data sebagai karyawan fiktif dari PT Jaztel di wilayah Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat.
Fauzan terjerat sisa hutang KTA BRI senilai Rp 105 jutaan dari pinjaman yang diajukan PT Jaztel tahun 2018. Serta Fauzi terjerat sisa hutang Rp 500 jutaan dari pinjaman yang diajukan PT Jaztel.
PT Jaztel memanipulasi data Fauzan dan Fauzi sebagai karyawan dengan jabatan Manager dengan surat keterangan kerja yang dikeluarkan tahun 2016.
“Tahun 2016, Fauzan dan Fauzi masih duduk dibangku sekolah kelas 2 SMA. Pertanyaannya, kenapa Bank BRI tidak melakukan analisa data tersebut? Kita tanyakan ke pihak BRI, beralasan hal itu sudah bagian dari SOP, ini tidak masuk akal,” jelas Arthur.
LBH Gerai Hukum berharap Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat berlaku profesional dan menjunjung tinggi nilai keadilan terhadap korban kredit fiktif yang dilakukan PT Jaztel dan Bank BRI Cabang Tanah Abang.
“Kejaksaan sudah menetapkan kasus ini sebagai tindak pidana korupsi. Jadi kami dari Gerai Hukum, meminta Jaksa Agung berkompeten untuk mengawal kasus ini dan mengawal kami sebagai pencari keadilan di negeri Indonesia ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kasipidsus Jakpus) Muhammad Yusuf Putra membenarkan adanya pemanggilan terhadap saksi untuk dimintai keterangannya berkenaan dengan praktik mafia pemberian kredit fiktif itu.
“Tim Penyelidik Kejari Jakpus masih melakukan permintaan keterangan dan pengumpulan bukti data dan dokumen untuk menemukan ada atau tidaknya peristiwa Tipikor,” ujar Yusuf.(RGR)