Hadapi Krisis, Pertamina Dan Semua BUMN Harus Dipimpin Orang-Orang Yang Nasionalis

Ekonomi94 Dilihat

Pertamina diduga terus menerus mengalami kerugian dan krisis dikarenakan orang-orang yang mengambil kebijakan strategis di perusahaan pelat merah itu tidak nasionalis.

Hal itu disampaikan Ketua Bidang Aksi Pelayanan BPC GMKI Jakarta Riswan Siahaan, saat bicara dalam Diskusi Publik bertema Nasionalisme Kekinian Bagi Kaum Muda, yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta), Rabu (16 September 2020), via zoom meeting.

“Saat ini, Pertamina sedang digoncang bertubi-tubi akibat kerugian mencapai Triliun Rupiah. Kondisi hari ini ditambah dengan adanya Covid-19 yang menghantam Indonesia. Sudahkah kita sadar bahwa banyak manusia kasat mata yang alih-alih menyelamatkan diri sendiri, tapi malah mengorbankan dirinya untuk kepentingan hajat masyarakat banyak. Banyak juga yang tidak nasionalis yang menduduki posisi strategis,” tutur Riswan Siahaan.

Dia mengatakan, volume penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang turun drastis hingga 26% dan di beberapa daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pernah mencapai 50% sejak pandemik Covid-19.

Kemudian,  nilai tukar Rupiah yang melemah, menyebabkan tekanan finansial karena pembelian bahan mentah dengan dolar Amerika. Namun pendapatan dalam Rupiah hingga harga minyak mentah Indonesia turun ke level terendah dalam sejarah, menyebabkan terganggunya cashflow.

Dalam suatu perusahaan merugi adalah hal biasa. Itulah risiko dalam kegiatan ekonomi, tidak selalu perusahaan selalu mendapatkan keuntungan.

“Jadi rugi itu adalah hal wajar, sehingga perlu dipecut dengan pembenahan sampai keakar-akarnya. Ditambah lagi, ini usaha milik negara,” ujarnya.

Kondisi ini, juga terjadi di hampir seluruh negara di dunia. Meskipun dalam keadaan merugi, Pertamina patut berbangga, karena apabila dibandingkan dengan perusahaan migas lain, yang memiliki total asset mendekati Pertamina, kerugian Pertamina jauh lebih kecil.

“Dengan kondisi penuh ujian, dengan kondisi merugi, Pertamina memastikan ketahanan energi Indonesia terjaga. Pertamina tetap menjalankan tugas membangun dan mengembangkan kilang-kilang dengan investasi besar agar tercapainya Ketahanan Energi Indonesia di masa mendatang,” ujarnya.

Di masa sulit ini, kata Riswan, Pertamina mempertahankan 1,1 juta pekerjanya tetap aman dan terjamin dari serangan pandemic Covid-19.

Kemudian, Pertamina malah mengeluarkan bantuan yang mencapai 850 miliar rupiah melalui program Pertamina Peduli untuk membantu Indonesia dalam penanganan Covid.

Belum lagi aset-aset Pertamina disulap menjadi Rumah Sakit Siaga Penanganan Covid. Seluruh dokter, perawat dan tim medis dilingkungan Pertamina diserahkan untuk mendukung Program Pemerintah demi penanganan covid yang baik.

“Harus kita apresiasi juga kinerja Pertamina dalam kontribusi di negeri ini. Tunjukkan semangat Nasionalisme kita dalam mendukung perusahan Negara sendiri,” ujar Riswan.

Diskusi Publik bertema Nasionalisme Kekinian Bagi Kaum Muda, yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta) ini menghadirkan pembicara yakni Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) Jhon Roy P Siregar, Ketua Umum Jaringan Aktivis Indonesia (Jarak Indonesia) Anthony Yudha, Ketua Kaukus Muda Lintas Agama Ahmad Muhfari, Ketua Cabang GMKI Jakarta Donny Manurung, Ketua Bidang Aksi Pelayanan BPC GMKI Jakarta Riswan Siahaan, dengan moderator Koordinator Departemen Gereja BPC GMKI Jakarta Martin Silitonga.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Jhon Roy P Siregar menyampaikan, Nasionalisme adalah selayaknya kesamaan rasa, rasa senasib dan sepenanggungan, yang terkristalisasi dalam bentuk Nasionalisme yang diperjuangkan dan harusnya diwujudkan dalam Visi Misi sebuah Negara Bangsa atau Nation State, seperti Indonesia.

“Faktanya, rasa itu kini terus tergerus dan kian memudar, terutama di kalangan Anak Muda Indonesia. Indonesia, terutama kaum mudanya, sebagai kaum generasi penerus, kini sangat banyak mengalami krisis nasionalisme Indonesia,” tutur Jhon Roy P Siregar.

Krisis Nasionalisme itu, lanjut mantan fungsionaris Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) ini, semakin diperparah dengan sikap para politisi dan sejumlah pejabat Negara maupun pejabat pemerintahan, yang sangat sering mengucapkan Nasionalisme dan jargon-jargon nasionalisme, tanpa bukti nyata dalam tindakan yang semestinya.

“Hampir tidak ada anutan, atau pun teladan yang bisa dijadikan contoh bahwa Nasionalisme Indonesia itu diperkuat. Semuanya masih sebatas jargon dan pidato-pidato yang sudah kehilangan sihir dan rohnya,” jelas Jhon Roy P Siregar.

Kondisi itu, terus mengalami degradasi dengan gempuran pola komunikasi dan hubungan sosial politik maupun ekonomi yang hampir tanpa batas, dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat.

Jika tidak ada upaya mengembalikan dan kembali membentengi diri dari gempuran-gempuran itu, lanjut Siregar, terutama gempuran kepentingan asing yang merusak Indonesia, maka jargon nasionalisme Indonesia itu hanya akan tinggal kenangan saja.

“Sebab, sudah hampir semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia digempur dengan krisis nasionalisme. Mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, penguasaan Sumber Daya Alam, penguasaan Sumber Daya Manusia, bahkan religiusitas Indonesia pun tergerus dari Nasionalisme Indonesia,” beber Jhon Roy P Siregar.

Karena itu, dia berharap, semua elemen masyarakat, khususnya kalangan muda Indonesia, kembali menggali akar atau dasar-dasar nasionalisme Indonesia, mempelajarinya, dan menguasainya, agar terhindar dari keterombangambingan krisis nasionalisme yang sudah merangsek masuk menjadi krisis-krisis lainnya dalam bentuk-bentuk kehidupan nyata sehari-hari.

“Kembali mempelajari dan menguasai Dasar Negara Indonesia, nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 beserta aturan-aturan turunannya, menjadi salah satu alternatif untuk memperkuat jiwa nasionalisme kaum muda. Tanpa harus menutup diri dari berbagai perkembangan zaman. Dengan tetap bersikap dan bertindak kritis atas perkembangan zaman, dan juga selektif,” tutur Jhon Roy P Siregar.(JTM)