Indonesia dan kaum mudanya kini diambang krisis nasionalisme. Selain gencarnya gempuran perkembangan Teknologi Informasi yang menembus batas-batas wilayah, batas-batas Negara dan batas-batas nalar, gempuran kepentingan asing juga sangat kental terjadi di Indonesia.
Belum lagi, saat ini, di Indonesia, dianggap sudah tidak ada teladan yang menjadi anutan kaum muda dalam mengetatkan jiwa nasionalismenya.
Sebab, hampir semua tokoh partai politik yang menyerukan nasionalisme Indonesia, hanya omong kosong belaka. Tidak sesuai ucapan dengan tindakannya.
Demikian pula yang dilakukan para pejabat Negara dan Pemerintahan, tidak mencerminkan nasionalisme di Indonesia. Hal inilah yang menjadi persoalan persoalan utama terjadinya krisis nasionalisme di Indonesia.
Hal ini terungkap dalam Diskusi Publik bertema Nasionalisme Kekinian Bagi Kaum Muda, yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta), Rabu (16 September 2020), via zoom meeting.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Jhon Roy P Siregar menyampaikan, Nasionalisme adalah selayaknya kesamaan rasa, rasa senasib dan sepenanggungan, yang terkristalisasi dalam bentuk Nasionalisme yang diperjuangkan dan harusnya diwujudkan dalam Visi Misi sebuah Negara Bangsa atau Nation State, seperti Indonesia.
“Faktanya, rasa itu kini terus tergerus dan kian memudar, terutama di kalangan Anak Muda Indonesia. Indonesia, terutama kaum mudanya, sebagai kaum generasi penerus, kini sangat banyak mengalami krisis nasionalisme Indonesia,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Krisis Nasionalisme itu, lanjut mantan fungsionaris Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) ini, semakin diperparah dengan sikap para politisi dan sejumlah pejabat Negara maupun pejabat pemerintahan, yang sangat sering mengucapkan Nasionalisme dan jargon-jargon nasionalisme, tanpa bukti nyata dalam tindakan yang semestinya.
“Hampir tidak ada anutan, atau pun teladan yang bisa dijadikan contoh bahwa Nasionalisme Indonesia itu diperkuat. Semuanya masih sebatas jargon dan pidato-pidato yang sudah kehilangan sihir dan rohnya,” jelas Jhon Roy P Siregar.
Kondisi itu, terus mengalami degradasi dengan gempuran pola komunikasi dan hubungan sosial politik maupun ekonomi yang hampir tanpa batas, dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat.
Jika tidak ada upaya mengembalikan dan kembali membentengi diri dari gempuran-gempuran itu, lanjut Siregar, terutama gempuran kepentingan asing yang merusak Indonesia, maka jargon nasionalisme Indonesia itu hanya akan tinggal kenangan saja.
“Sebab, sudah hampir semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia digempur dengan krisis nasionalisme. Mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, penguasaan Sumber Daya Alam, penguasaan Sumber Daya Manusia, bahkan religiusitas Indonesia pun tergerus dari Nasionalisme Indonesia,” beber Jhon Roy P Siregar.
Karena itu, dia berharap, semua elemen masyarakat, khususnya kalangan muda Indonesia, kembali menggali akar atau dasar-dasar nasionalisme Indonesia, mempelajarinya, dan menguasainya, agar terhindar dari keterombangambingan krisis nasionalisme yang sudah merangsek masuk menjadi krisis-krisis lainnya dalam bentuk-bentuk kehidupan nyata sehari-hari.
“Kembali mempelajari dan menguasai Dasar Negara Indonesia, nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 beserta aturan-aturan turunannya, menjadi salah satu alternatif untuk memperkuat jiwa nasionalisme kaum muda. Tanpa harus menutup diri dari berbagai perkembangan zaman. Dengan tetap bersikap dan bertindak kritis atas perkembangan zaman, dan juga selektif,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Diskusi Publik bertema Nasionalisme Kekinian Bagi Kaum Muda, yang diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta) ini menghadirkan pembicara yakni Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) Jhon Roy P Siregar, Ketua Umum Jaringan Aktivis Indonesia (Jarak Indonesia) Anthony Yudha, Ketua Kaukus Muda Lintas Agama Ahmad Muhfari, Ketua Cabang GMKI Jakarta Donny Manurung, Ketua Bidang Aksi Pelayanan BPC GMKI Jakarta Riswan Siahaan, dengan moderator Koordinator Departemen Gereja BPC GMKI Jakarta Martin Silitonga.

Ketua Umum Jaringan Aktivis Indonesia (Jarak Indonesia) Anthony Yudha menyampaikan, memandang Nasionalisme Indonesia saat ini, tidak bisa hanya melihat dari kontribusi saja. Tetapi juga dilihat dari kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
“Nasionalisme juga lahir karena adanya suatu kultur yang sama melalui visi misi dan tujuan berpikir yang sama,” ujarnya.
Menurutnya, Nasionalisme ada dua arah, yakni politik dan keadilan sosial. Bicara politik terkait demokrasi, harus menjadi perwujudan dari nilai nasionalisme. Sedangkan keadilan sosial harusnya ada pemerataan terhadap suku dan budaya di negeri ini.
“Nasionalisme sekarang sudah menjadi dagangan saja dalam pertarungan politik bagi para elit-elit politik. Sedangkan dari sisi ekonomi, masih didominasi individu dan kelompok tertentu saja. Lihat saja, dalam sektor barang dan jasa, juga begitu,” tutur Anthony.
Karena itu, seharusnya Pemerintah harus membuat regulasi dan kebijakan untuk membantu sektor ekonomi mikro bagi masyarakat Indonesia. Apalagi banyak usaha kecil tutup karena situasi hari ini yakni Covid-19.
“Salah satu penunjang ekonomi hari ini yakni BUMN. Karena BUMN adalah representasi dalam menjalankan ekonomi negara untuk meningkatkan perekonomian. Jadi, harusnya ada kebijakan baru yang dibuat oleh BUMN,” ujarnya.
Sedangkan, Ketua Kaukus Muda Lintas Agama Ahmad Muhfari mengataka, Nasionalisme hanya sekedar paham saja. Nasionalisme lahir atas kesamaan wilayah, budaya, vsisi misi dan tujuan yang sama.
“Nasionalisme bagi kaum muda harus bisa berkarya dan melakukan pengabdian. Inilah menjadi tolak ukur nasionalisme bagi kaum muda. Jangan pernah nasionalisme kita pudar ketika kita diberikan sesuatu oleh bangsa lain, tapi dengan syarat menjual nilai nasionalisme kita. Jangan,” ujar Ahmad Muhfari.
Ketua Cabang GMKI Jakarta Donny Manurung menyampaikan, sebagai anak muda, semua kaum muda harus bersatu sebagai bentuk wujud nasionalisme.
“Kita lihat realitas sekarang yakni Covid-19, di sini ada tumpang tindih antara pusat dan daerah dalam menjalankan kebijakan yang membuat masyarakat bingung,” ujarnya.
Ditambah, lanjut Donny Manurung, ekonomi Indonesia hari ini yang melemah dan hutang ke negara lain sangat banyak.
“Oleh karena itu kita harus bergandengan tangan sebagai anak muda untuk menciptakan kreativitas sebagai nilai atau value ekonomi itu sendiri,” ujarnya.
Donny menambahkan, kaum muda Indonesia bisa berkaca pada anak muda negara lain. Seperti China, mereka bisa menciptakan inovasi yang dapat menjadi nilai ekonomi bagi negaranya sendiri.
“Pemerintah harus juga serta membantu anak-anak muda untuk mewujudkan kreativitas sebagai perwujudan kesejahteraan sosial. Anak muda harus ada ide-ide baru yang harus dikembangkan,” ujar Donny.
Ketua Bidang Aksi Pelayanan BPC GMKI Jakarta Riswan Siahaan, mengatakan, Nasionalisme bagi kaum muda adalah cara dan gaya sebagai bentuk perwujudan bangsa.
Dalam situasi yang sedang tidak mudah, lanjut Riswan, kaum muda harus berani keluar dari zona nyaman.
“Itu sebagai bentuk perlawanan untuk mengubah negeri ini. Dengan kondisi hari ini di mana Covid-19 sangat terasa bagi kondisi Indonesia yang berdampak pada efek mendalam seperti sosial, budaya, dan ekonomi,” katanya.
Menurut Riswan, salah satu upaya yang bisa dilakukan kaum muda adalah dengan membuktikan diri untuk tidak berdiam diri dan menunggu saja.
“Jangan hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri, menyelamatkan bisnisnya masing-masing, lalu mengobarkan kepentingan hajat masyarakat banyak, itu bukan nasionalisme,” ujarnya.(JTM)