Buntut diciduknya aktivis lingkungan Pencinta Danau Toba yang sekaligus Pembuat Pizza Andaliman, Sebastian Hutabarat, menuai protes dari berbagai kalangan.
Jaksa menangkap Sebastian Hutabarat di Kota Balige, Kabupaten Toba, pada Selasa, 05 Januari 2021, sekitar pukul 09.30 WIB.
Alasan jaksa, Sebastian Hutabarat ditangkap karena sudah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron, atas kasus pidana penistaan nama baik dari seorang pengusaha tambang Galian C di Samosir, yang juga saudara kandung dari Bupati Samosir terdahulu Rapidin Simbolon, yakni Jautir Simbolon.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Sandi Eben Ezer Situngkir yang selama ini turut mengadvokasi persoalan aktivis lingkungan Sebastian Hutabarat dan Joe Jhohannes Marbun, menuturkan, proses hukum yang dialami oleh Sebastian Hutabarat bukanlah dikarenakan Putusan Pengadilan, tetapi semata-mata karena judicial by crime.
Sandi Eben Eser Situngkir menyatakan, membiarkan kehancuran Danau Toba dengan beroperasinya Keramba Jaring Apung (KJA), serta memenjarakan aktivis Danau Toba Sebastian Hutabarat, adalah pelanggaran serius yang perlu disikapi aktivis lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM), terlebih khusus lagi oleh Masyarakat Batak.
“Jangan katakan Sebastian Hutabarat dihukum karena putusan pengadilan. Itu semata-mata judicial by crime, yakni kejahatan yang dilakukan negara melalui peradilan. Jangan katakan perusahaan PT Aqua Farm dan PT Suritani yang mengoperasikan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba memiliki izin dari Pemerintah, itu juga sama melakukan pembiaran atau by ommission. Negara melakukan Pelanggaran karena tindakan langsung atau by commission, kemudian juga melakukan pembiaran atau by omission, serta melakukan kejahatan melalui peradilan atau yudicial by crime,” ungkap Sandi Eben Eser Situngkir, di Jakarta, Rabu (06/01/2021).
Mantan Anggota Majelis Pertimbangan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Jakarta (PBHI Jakarta) ini menegaskan, dengan proses-proses yang terjadi, yang dilakukan oleh aparatur hukum dan aparat negara terhadap Danau Toba dan aktivis lingkungan, maka kehadiran negara sangat dipertanyakan.
Bahkan, Pemerintahan Joko Widodo, dan juga pengaruh Tokoh Orang Batak Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan alias LBP, yang kini sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi, tampak sangat ambigu bagi Kawasan Danau Toba (KDT) dan masyarakatnya.
“Kalau begitu, apa lagi makna kehadiran Pemerintah di Danau Toba? Jokowi dan LBP ambigu. Menetapkan Danau Toba sebagai tujuan pariwisata, akan tetapi pada sisi lain merusak Danau Toba sebagai tujuan wisata prioritas. Saatnya, Negara jangan membangun framing kebaikan, padahal fakta sebaliknya tidak,” imbuhnya.
Sebagai orang yang lahir di pinggiran Danau Toba, lanjut Sandi Eben Eser Situngkir, dalam dua kali Pilpres dirinya mendukung Jokowi. Pada tahun 2014, Sandi sebagai Ketua Seknas Advokat Indonesia. Dan pada 2019 sebagai Ketua Advokat Indonesia Maju.
“Kelompok Relawan yang terdiri dari ratusan advokat, mendukung Jokowi supaya ada perbaikan tata kelola penegakan hukum di Indonesia. Jadi Relawan Jokowi itu, kita secara sadar tidak mengharapkan apa-apa, kecuali ada perbaikan yang pasti terhadap penegakan hukum,” beber Sandi Eben Eser Situngkir.
Perlu diingat, lanjut pria yang berprofesi sebagai Advokat ini, selama pendukungan Masyarakat Kawasan Danau Toba kepada Joko Widodo, semuanya dilakukan demi harapan ada perbaikan yang baik di KDT. Terutama bagi penegakan hukum, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian Danau Toba itu sendiri.
“Kami menghabiskan uang pribadi untuk mendukung Jokowi. Itu adalah resiko perjuangan bersama Jokowi, karena kita sadar bersama Jokowi kita dapat uang. Kalau begini, Negara justru malah melakukan tindakan langsung dan tindakan tidak langsung merusak Danau Toba,” tutur Sandi Eben Eser Situngkir.
Sandi mengungkapkan, Sebastian Hutabarat hanya menanyakan perizinan usaha Jautir Simbolon, yakni abang kandung Bupati Samosir Rapidin Simbolon yang membuka tambang batu di Samosir.
Aktivis Sebastian Hutabarat dan Joe Jhohannes Marbun berangkat ke Samosir jelas dilengkapi Surat Tugas dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT). Mereka ke sana untuk melakukan pemantauan dan kampanye penyelamatan Danau Toba.
“Sebastian pada ujungnya masuk penjara. KJA tetap berjaya oleh perusahaan asing yang ada di Danau Toba. Dalam suatu pertemuan dengan Rizal Ramli ketika itu Menko Perekonomian dan Maritim dengan Bupati se-Kawasan Danau Toba di Jakarta, menyatakan, ke laut saja semua kita kalau tidak mau bertindak sekarang. Jadikan Danau Toba sebagai wisata prioritas yang luar biasa,” tutur Sandi Eben Eser Situngkir.
Sandi menambahkan, sewaktu diciduk Jaksa, Sebastian Hutabarat sedang berada di Kota Balige, dan beraktivitas seperti biasanya, menjual Pizza Andaliman.
“Kok Jaksa bilang dia DPO atau buron? Benar-benar semua ini dalam skenario judicial by crime,”tandas Sandi Eben Eser Situngkir.

Sebelumnya, Sebastian Hutabarat diciduk Jaksa di Kota tempatnya tinggal dan berusaha sebagai Pembuat Pizza Andaliman, di Balige, Kabupaten Toba.
Pria yang pernah berseteru dengan seorang pengusaha tambang Galian C di Kabupaten Samosir, yakni dengan abang kandung mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon, yaitu Jautir Simbolon ini, ditangkap Tim Tangkap Buron Kejaksaan Agung (Tim Tabur) bersama Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), beserta Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Toba Samosir (Kejari Tobasa).
Alasan Jaksa menangkap Sebastian Hutabarat adalah karena Sebastian Hutabarat dinyatakan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buronan atas dugaan tindak pidana penistaan.
Padahal, laporan Sebastian Hutabarat dan Joe Jhohannes Marbun, keduanya aktivis lingkungan Danau Toba, atas pemukulan dan penganiayaan yang dilakukan Jautir Simbolon dan orang-orangnya, tidak digubris oleh aparat penegak hukum.
Sebastian Hutabarat yang sewaktu protes terhadap Galian C di Kabupaten Samosir, waktu itu dipukuli oleh preman-preman suruhan Jautir Simbolon itu, melaporkan peristiwa penganiayaan terhadap dirinya, namun malah laporan dari Jautir Simbolon yang direspon penyidik.
Sebastian Hutabarat diciduk Jaksa di Kota Balige, Kabupaten Toba, pada Selasa, 05 Januari 2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan, Sebastian Hutabarat ditangkap pada pukul 09. 30 WIB dengan dibantu oleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Toba Samosir (Kejari Tobasa).
Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut, dasar penangkapan adalah berdasarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48) Nomor: Print-433 /L.2.33.3/Eoh.3/12/2020 tanggal 21 Desember 2020 guna melaksanakan putusan pengadilan Tinggi Medan Nomor: 167/Pid/2020/PT.MDN tanggal 08 April 2020 dengan amar putusan menyatakan terpidana Sebastian Hutabarat bersalah melakukan tindak pidana penistaan dengan pidana penjara selama 1 bulan.
“Terpidana secara patut telah dipanggil sebanyak 3 kali namun tidak memenuhi panggilan Jaksa eksekutor,” ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan persnya, di Kejaksaan Agung, Selasa, 05 Januari 2021.
Dia menerangkan, Sebastian Hutabarat sebagai Terpidana, selama ini melarikan diri dan berprofesi sebagai penjual Pizza Andaliman di Balige Kabupaten Toba Samosir.
“Lalu, ketika dilakukan penangkapan di Jalan Lintas Tarutung Balige, tidak ada perlawanan dan berlangsung kondusif. Selanjutnya Terpidana langsung dibawa ke Kejaksaan Negeri Samosir untuk dilaksanakan eksekusi ke Lapas Kelas 3 Pangururan,” jelas Leonard Eben Ezer Simanjuntak.

Pengamanan terhadap buronan atas nama Sebastian Hutabarat itu, disebut sebagai keberhasilan Tim Tabur Kejaksaan yang kedua untuk tahun 2021.
Tim dipimpin oleh Asintel Dwi Setyo Budi Utomo dan anggota tim terdiri Karya Graham Hutagaol (Kasi E), Herman Safrudianto (Kasi B) beserta Tim, Aben Situmorang (Kasi Intel Kejaksaan Negeri Samosir, M Kenen Lubis (Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Samosir), Gilberth Sitindaon (Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tobasa).(RGR)