Banyak Desa Pesisir Yang Tenggelam, Pemerintah Diminta Bersegera Lakukan Pemulihan

Ekonomi64 Dilihat

Kaum Perempuan Nelayan yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) bersama Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) meminta kepedulian Pemerintah Indonesia untuk segera memulihkan desa-desa pesisir di Indonesia yang telah dan tengah tenggelam.

Kondisi memprihatinkan sedang dialami banyak desa pesisir. Hal ini disampaikan, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, saat berkunjung dan menemui masyarakat yang terdampak oleh tenggelamnya desa pesisir di sejumlah desa, di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Di sana, lanjut Susan, ada sejumlah temuan penting yang terjadi di desa tenggelam itu. Antara lain, pertama, di Desa Tambaksari terdapat 10 keluarga yang masih bertahan hari ini. Sebelumnya, tercatat sebanyak 70 keluarga mendiami desa ini.

“Dukuh Tambaksari merupakan yang pertama tenggelam pada tahun 1997,” tuturnya, dalam penjelasannya, Rabu (03/02/2021).

Kedua, di Dukuh Senik masih ada 1 keluarga yang bertahan tinggal. Desa ini dihantam abrasi sejak tahun 2000.

Lalu, proyek bedol desa mulai berjalan dari periode 2000-2005, di mana 300 keluarga keluar dari desa ini. Ada sebagian masyarakat menerima ganti rugi sebesar Rp 1 juta per keluarga.

Ketiga, di Dukuh Bedono, terdapat 220 keluarga yang pernah tinggal. Dan sekarang hanya tinggal 48 KK yang masih bertahan. Abrasi mulai menghantam desa ini pada 2005.

Sementara itu, di Dukuh Mondoliko tercatat sebanyak 65 keluarga yang bertahan di daerah yang tergenang air. Sebelumnya, tercatat sebanyak dari 95 keluarga. Abrasi mulai menghantam pada tahun 2010.

Di Desa Timbulsloko, abrasi mulai terjadi pada tahun 2017 hingga hari ini. “Seluruh kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan ini sangat memprihatinkan karena setiap hari terancam abrasi yang berasal dari perairan utara Jawa,” ungkap Susan.

Susan juga menyebutkan sejumlah penyebab tenggelamnya desa-desa pesisir di Kecamatan Sayung, Demak itu.

Pertama, abrasi terjadi karena pengurukan Pelabuhan Tanjung Mas di Kota Semarang. Yang lokasinya tidak jauh dari desa-desa ini. Temuan ini berasal dari pengakuan masyarakat yang melihat dan merasakan langsung dampak abrasi yang menenggelamkan desa mereka.

“Pengakuan masyarakat tersebut mendapatkan afirmasi dari temuan ahli yang menyatakan hal serupa. Di mana keberadaan pelabuhan Tanjung Mas yang menjorok hingga 1,8 kilo meter ke laut menjadi salah satu penyebab abrasi. Pelabuhan ini dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) dan merupakan satu-satunya pelabuhan di Kota Semarang,” jelasnya.

Kedua, abrasi dan tenggelamnya sejumlah desa di Kecamatan Sayung, Demak, disebabkan oleh krisis iklim yang mendorong permukaan air laut naik begitu cepat.

“Sejumlah ahli menyebut kenaikan air laut rata-rata sekitar 7,8 milimeter setiap tahun. Faktanya, bisa jadi lebih tinggi dari angka tersebut,” jelas Susan.

Untuk kondisi ini, Masnuah, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) menyatakan dengan tegas, krisis iklim telah lama memperburuk kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir di Indonesia. Seperti yang terjadi di desa-desa di Kecamatan Sayung, Demak ini.

“Bahkan tak sedikit nelayan yang meninggal di laut saat menangkap ikan, akibat cuaca buruk yang disebabkan oleh krisis iklim ini,” imbuh Masnuah.

Oleh karena itu, mereka mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menyusun langkah-langkah pemulihan desa pesisir yang terkena abrasi. Dan juga terancam tenggelam, secara terukur dan berkelanjutan.

Menurutnya, langkah pemulihan dapat dimulai dengan menghentikan proyek-proyek yang akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan mengancam kehidupan masyarakat.

“Selanjutnya, kami menuntut Pemerintah untuk serius menangani dampak buruk krisis iklim dengan cara melibatkan masyarakat terdampak abrasi dalam skema mitigasi dan adaptasi krisis iklim,” pungkas Masnuah.(RGR)