Lapas Ditumpuki Pelaku Kasus Narkoba, Prof Jimly Ingatkan Aparat Hukum Tidak Ngasal Tangani Perkara

Ekonomi47 Dilihat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Jimly Asshidiqie meminta Aparat Penegak Hukum (APH) tidak asal-asalan dalam menangani kasus atau perkara.

Terutama untuk kasus narkotika, Jimly melihat penjara atau Lapas semakin bejibun dihuni oleh para pelaku kejahatan narkotika.

“Hari ini pengguna narkotika yang paling banyak menjadi penghuni Lapas. Ini ada apa?” ujar Jimly Asshidiqie kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/02/2021).

Menurutnya, pemenjaraan terhadap pengguna narkotika  hanya akan membuat Lembaga Pemasyarakatan (LP) menjadi penuh.

“Saparoh penghuni LP sekarang, penuh dengan napi narkoba. Ke depan sebaiknya dipilih-pilih dengan ketat. Hanya yang mendapat keuntungan keuangan saja yang dipidana penjarakan, bukan pemakai yang alami ketergantungan yang sebaiknya diperlakukan sebagai korban yang perlu dibantu,” jelas Jimly.

Menurutnya, hukuman penjara seharusnya diberikan kepada pengedar narkotika. Ia pun menilai para pengguna narkotika tidak harus dijebloskan ke dalam penjara atau direhab.

Selain itu, Jimly menilai, tidak selalu pengguna narkotika harus dijebloskan ke dalam lapas. Hal ini menurutnya dapat mengurangi penumpukan narapidana narkotika di dalam lapas.

Yang dapat keuntungan penghasilan pun dipilih-pilih lagi, misalnya, bukan cuma pengedar langsung atau perantara tapi bandar dan distributor ke-2 dan ke-3 ke bawah. Atau yang penghasilannya di bawah nilai tertentu per bulan.

“Masing-masing ada jenis hukuman yang lebih pantas untuk mereka. Tidak perlu masuk penjara semua yang mengharuskan negara memberi makan kepada mereka,” jelasnya.

Bagi Jimly, pengedar dan pengguna narkotika tidak boleh sama hukumannya. Hukuman harus diberikan sebanding dengan perbuatannya masing-masing.

“Keadilan untuk orang kaya tidak boleh sama dengan keadilan untuk orang miskin. Secara individual memang bisa disebut adil, tapi secara struktural dalam kehidupan bersama, itu justru bukan keadilan sosial,” ujarnya.

Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini menegaskan, pemberantasan peredaran narkotika tidak akan bisa dilakukan jika yang ditangkap hanya pengguna dan pengedarnya saja.

Ia meminta agar persoalan narkotika dapat diselesaikan hingga ke akar-akarnya, agar peredaran Narkotika dapat diatasi dengan baik.

“Tidak ada pengedar kalau tidak ada bandar dan supplier narkoba, importir atau produsennya. Jangan larut di hilir, yang kebanyakan orang-orang miskin dan korban permainan mafia,” tandasnya.

Sementara itu, Praktisi Hukum, Sandi Ebeneser Situngkir mengatakan, sudah ada regulasi yang mengatur hal tersebut.

Peraturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Dan juga Surat Edaran Ketua MA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Namun, peraturan tersebut sering kali tidak dijalankan oleh Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri (PN).

“Sebenarnya sudah ada aturan yang mengatur tentang rehabilitasi pengguna Narkotika yang barang buktinya nol koma. Tapi, peraturan tersebut seringkali tidak dijalankan oleh hakim tinggi dan hakim Negeri,” Sandi di kantornya, Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat.

Sandi mengatakan, MA adalah Lembaga Tinggi Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, yang menjadi pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini juga bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.

Selain itu, lanjut Sandi Ebeneser Situngkir, tugas dan fungsi MA juga sebagai pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan. Dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama.

“Seharusnya, Hakim tinggi dan Hakim Negeri, mesti tunduk terhadap peraturan Mahkamah Agung,” ujar Sandi Ebeneser Situngkir.(RGR)