Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menyampaikan, penuntutan-penuntutan yang dilakukan dalam perkara kasus narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah sesuai fakta-fakta Persidangan.
Meskipun ada perbedaan pasal-pasal yang diterapkan kepada terdakwa yang satu dengan terdakwa lainnya, di perkara yang berbeda, Jaksa Penuntut Umum Nanang Prihanto menyatakan, penuntutan itu dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di setiap persidangan.
“Memang, dasar Penuntut Umum melakukan penuntutan adalah fakta persidangan. Dan juga berdasar pada alat bukti sebagaimana pasal 184 ayat 1 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan terdakwa,” ujar JPU Nanang Prihanto, lewat pesan singkatnya, Minggu (28/2/2021).
Menurutnya, semua penuntutan harus sesuai dengan fakta persidangan. Jadi, penuntutan dilakukan bukan saja berdasarkan jumlah barang bukti yang disita oleh penyidik untuk menjerat terdakwa.
“Tuntutan kepada terdakwa akan bergantung dari alat bukti di atas. Bukan serta merta dari jumlah barang bukti yang disita. Selain itu, juga tergantung dari fakta perbuatan materiil terdakwa,” ujarnya.
Menurut Nanang, jika terdakwa terbukti sebagai Pengedar narkotika, maka akan dituntut menggunakan pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Ada yang Barang Buktinya di bawah 1 gram, tapi fakta persidangan dia sebagai penjual yang harus dituntut dengan pasal 114. Demikian juga sebaliknya, jika fakta persidangan berdasarkan alat bukti ternyata dia pemakai, ya kita fair, kitaterapkan pasal 127,” ujarnya lagi.
Namun, hal itu berbeda dengan yang dilakukan oleh JPU dalam menerapkan para 112 terhadap terdakwa kasus narkotika atas nama Muhammad Ridwan alias Komo.
Nanang mengaku menjerat Muhammad Ridwan alias Komo menggunakan pasal 112 ayat 1, karena terbukti ingin menukarkan barang haram tersebut kepada temannya.
“Fakta di persidangan, terdakwa niatnya mau menukar sabu. Menukar sabu dengan hp (handphone) kawannya,” ungkapnya.
Alasannya tidak menerapkan Pasal 114, menurut Nanang, hanya karena sudah sesuai fakta persidangan saja. “Semua sudah saya jelaskan, sesuai fakta persidangan,” tandasnya.
Sementara itu, Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berbunyi, ‘Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)’.(RGR)