Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia (PERADI Pergerakan) Sugeng Teguh Santoso menyebut, pasca penetapan label ‘teroris’ oleh Pemerintah terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), atau kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua, akan banyak terjadi penangkapan, dan proses-proses hukum yang dipaksakan, untuk melegalisasi ‘terorisasi’ di Papua.
“Saya memprediksi akan ada beberapa orang yang akan ditangkapi. Kemudian diseret ke Pengadilan. Juga akan ada Operasi Intelijen dan Operasi Hukum yang akan dijadikan sebagai payung hukum untuk melegalkan label teroris itu,” ungkap Sugeng Teguh Santoso.
Hal itu Sugeng lontarkan ketika menjadi pembicara Dialog Publik bertajuk “Stop Pelanggaran-Pelanggaran HAM, Papua Damai; Kupas Tuntas Terorisme Yang Sebenarnya di Tanah Papua”, yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), dan disiarkan secara virtual, pada Rabu (05/05/2021).
Sebenarnya, lanjut Sugeng Teguh Santoso, labelisasi teroris kepada KKB itu, tidak tepat.
Sugeng Teguh Santoso mengatakan, penilaian itu muncul dari kajian atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Apakah penetapan status terorisme pada KKB itu tepat menurut ketentuan UU Nomor 5 tahun 2018? Menurut kajian saya, secara yuridis penetapan KKB sebagai kelompok teroris tidak tepat memenuhi unsur-unsur delik pada tindak pidana terorisme,” ungkap Sugeng.
Sugeng mengatakan, ada tiga masalah perihal label teroris untuk kelompok bersenjata di Papua yang kerap melawan aparat keamanan.
Pertama, pemerintah mestinya tidak berwenang mengeluarkan label teroris bagi KKB. “Kalau menurut ketentuan Undang-undang, yang diberi kewenangan menetapkan kelompok-kelompok teroris itu peradilan, bukan pemerintah,” kata Sugeng.
Lalu, kelompok bersenjata yang disebut KKB ini juga tak memiliki ciri terorisme. Terorisme, kata Sugeng, biasanya terkait dengan gerakan ideologis.
“Terorisme berdasarkan konsideran itu salah satu yang paling utama itu satu tindak pidana yang mengancam atau membahayakan ideologi negara. Kalau kita lihat terorisme-terorisme itu berbasis gerakan ideologis. Dalam pandangan saya KKB ini bukan (gerakan ideologis),” terangnya.
Menurut mantan Sekjen Peradi ini, kelompok bersenjata di Papua bertujuan mendapatkan hak menentukan nasib sendiri. Hal ini bukan merupakan tujuan ideologis.
“Jadi, gerakan KKB ini tidak bermakna mengubah ideologi. Mereka bergerak melakukan kekerasan untuk kepentingan politik tertentu,” ujar Sugeng.
Masalah selanjutnya, kelompok bersenjata di Papua ini juga tidak bertindak secara acak layaknya kelompok teroris. “Gerakan-gerakan terorisme yang berbasis ideologi memang melakukan pengeboman di tempat umum. Itu acak secara ideologi,” terang Sugeng.
“Tapi, saya melihat ada memang warga sipil yang dibunuh oleh KKB. Ini adalah pelanggaran hukum yang harus ditindak dengan keras. Namun, ada satu label kepada korban, yaitu mata-mata. Artinya, warga yang ditembak ini tidak acak,” tambahnya.
Berdasarkan pengamatan Sugeng, ada dua jenis kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia di Papua. Ada kelompok sayap politik separatis, kata Sugeng. Ada pula kelompok yang bergerak dengan menggunakan perlawanan bersenjata.
Sugeng mengatakan, pemerintah bisa menindak tegas kelompok bersenjata ini. Namun, pemerintah mestinya menindak kelompok ini lewat Kepolisian, bukan TNI.
“Nah, (kelompok separatis) yang pendekatan kekerasan ini boleh ditindak. Tapi, aparat penindaknya harus polisi. Karena kekerasan bersenjata masih dalam wilayah tindak pidana umum. Peran penggunaan tentara, tidak boleh,” ucap Sugeng.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan kelompok bersenjata di Papua sebagai teroris.
“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD dalam konferensi pers dikutip dari kanal Youtube Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021).
Menurut Mahfud, pelabelan organisasi teroris terhadap KKB sesuai Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Dialog Publik bertajuk “Stop Pelanggaran-Pelanggaran HAM, Papua Damai; Kupas Tuntas Terorisme Yang Sebenarnya di Tanah Papua”, yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) itu diikuti oleh para narasumber yang terdiri dari Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik; Senator RI dari Papua Barat, Mamberob Yosepus Rumakiek; Direktur Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Ordo Santo Augustinus (OSA), Sorong-Papua Barat, Pater Bernardus Bofitwos Baru, OSA; Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia (PERADI Pergerakan) Sugeng Teguh Santoso; Wakil Ketua SETARA Institute, Coki Bonar Tigor Naipospos; Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) Jhon Roy P Siregar; serta Pengacara dan Aktivis HAM Papua, Veronika Koman.(Red)