Aktivis HAM Papua, Veronika Koman menyebut para pengambil keputusan di Jakarta sudah tidak kompeten lagi. Sebab, pemberian label teroris kepada Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), atau kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua adalah bukti bahwa Pemerintah tidak menganggap Masyarakat Papua sebagai manusia.
Hal itu disampaikan Veronika Koman ketika menjadi pembicara dalam Dialog Publik bertajuk “Stop Pelanggaran-Pelanggaran HAM, Papua Damai; Kupas Tuntas Terorisme Yang Sebenarnya di Tanah Papua”, yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), dan disiarkan secara virtual, pada Rabu (05/05/2021).
Menurut perempuan yang bermukim di luar negeri itu, terlalu banyak labelisasi negatif dan kejahatan yang diberikan kepada masyarakat Papua. Sehingga, labelisasi-labelisasi seperti itu hanya akan membuat situasi kian buruk dan terpuruk bagi masyarakat Papua.
“Pada tahun 2011-2012, Masyarakat Papua dilabeli sebagai ‘monyet’. Kini, dilabeli lagi dengan teroris. Ini artinya, masyarakat Papua sudah tidak dianggap sebagai manusia. Dan itu sangat keji. Ini juga membuktikan, pengambil kebijakan di Jakarta sudah tidak berkompeten lagi. Sudah bingung mau bikin apa lagi, ya sudah deh dilabeli saja sebagai teroris,” beber Veronika Koman.
Veronika Koman mengatakan, sudah puluhan tahun kekuatan bersenjata seperti TNI dan Polisi bercokol di Tanah Papua, namun tidak kunjung bisa menyelesaikan persoalan yang ada.
“Militer semakin banyak di Papua, tetapi kok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), atau kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua juga semakin kuat. Ada apa?” cetusnya.
Anehnya, lanjut Veronika Koman, jumlah pengungsi warga Papua di Tanah Papua sendiri pun terus membludak.
“Sebanyak 40-an ribu pengungsi internal di Papua sudah bagaimana nasibnya? Apakah mau ditembaki semua oleh kekuatan bersenjata?” imbuhnya.
Sampai kini, menurut dia lagi, Pemerintah tidak pernah jujur dan mau bertanya langsung kepada Masyarakat Papua, apa yang diinginkan. Sehingga, hanya kebijakan-kebijakan kekerasan dan kekuatan bersenjata saja yang terus menerus dilakukan ke Tanah Papua.
“Coba tanya ke masyarakat Papua apakah mereka mau seperti itu?” tantangnya.
Dia pun meminta agar labelisasi teroris itu segera dicabut. Dan harus dilakukan resolusi damai di Papua.
“Cabut labelisasi teroris itu dari sana. Kalau tidak, yakinlah ke depan akan semakin hancur dan semakin runyam. Yang dibutuhkan saat ini adalah resolusi damai. Bukan labelisasi monyetlah, labelisasi terorislah, bukan. Cabut itu,” tandas Veronika Koman.

Pada Kamis, 29 April 2021 lalu, Pemerintah Pusat telah menetapkan KKB di Papua sebagai teroris. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Mahfud MD menyatakan, menyatakan aksi kekerasan oleh kelompok itu telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Mahfud mengatakan pemberantasan terorisme di Papua tidak dilakukan terhadap rakyat Papua, melainkan terhadap segelintir orang yang melakukan pemberontakan.
Menurutnya, teroris merupakan orang yang melakukan tindakan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap masyarakat yang menimbulkan suasana teror. KKB dinilai melakukan tindakan-tindakan yang merupakan terorisme itu.
Itulah terorisme. Bandara dikepung, kalau ada pesawat ditembak. Pesawat datang dibakar, sekolah dibakar, orang dibakar,” ujar Mahfud.
Dialog Publik bertajuk “Stop Pelanggaran-Pelanggaran HAM, Papua Damai; Kupas Tuntas Terorisme Yang Sebenarnya di Tanah Papua”, yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) itu diikuti oleh para narasumber yang terdiri dari Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik; Senator RI dari Papua Barat, Mamberob Yosepus Rumakiek; Direktur Sekretariat Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Ordo Santo Augustinus (OSA), Sorong-Papua Barat, Pater Bernardus Bofitwos Baru, OSA; Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia (PERADI Pergerakan) Sugeng Teguh Santoso; Wakil Ketua SETARA Institute, Coki Bonar Tigor Naipospos; Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) Jhon Roy P Siregar; serta Pengacara dan Aktivis HAM Papua, Veronika Koman.(Red)