Pimpinan tertinggi Gereja Batak terbesar di dunia, yakni Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt Dr Robinson Butar-butar menyerukan penyelamatan serius lingkungan Kawasan Danau Toba (KDT). Sebab kerusakan hutan dan lingkungan di Tanah Batak berupa deforestasi semakin menggila, yang menimbulkan banjir bandang yang sering terjadi di Tanah Batak.
Hal itu ditegaskan Ephorus HKBP, Pdt Dr Robinson Butar-butar setelah menyaksikan terjadinya banjir bandang yang menerjang Kota Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Kamis sore, 13 Mei 2021.
“Banjir bandang yang terjadi pada 13 Mei 2021, sekitar pukul 17.00 WIB, di Parapat, Simalungun, Sumatera Utara merupakan dampak dari penurunan kualitas lingkungan hidup dan hutan di sekitar Danau Toba. Banjir bandang serupa sudah terjadi beberapa kali, seperti pada Desember 2018, Februari 2019, Juli 2020, yang mengakibatkan kerugian material di pihak masyarakat. Termasuk terganggunya arus lalu lintas di daerah tersebut,” tutur Ephorus HKBP, Pdt Dr Robinson Butar-butar, dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (15/05/2021).
Ephorus HKBP melanjutkan, berdasarkan investigasi yang dilakukan Komite Gereja dan Masyarakat Huria Kristen Batak Protestan (KGM HKBP) dengan mitra atas rentetan peristiwa tersebut, ditemukan adanya faktor penebangan hutan dan pemaksaan penanaman pohon eucalyptus yang menggila sebagai salah satu penyebab utama bencana alam di Kawasan Danau Toba (KDT).
“Kami mempelajari bahwa banjir-banjir bandang ini memiliki kaitan yang erat dengan aktivitas penebangan hutan di Sitahoan dan Kawasan Hutan Sibatuloting, baik untuk kepentingan hutan tanaman industri seperti penanaman eukaliptus, pemanfaatan kayu dan hasil hutan oleh para pengusaha lokal. Ditambah oleh aktivitas pertanian masyarakat dalam skala yang jauh lebih kecil,” bebernya.
Di Sualan sampai Tanjung Dolok, Parapat, lanjut Ephorus HKBP, terdapat sejumlah aliran sungai yang sumber airnya berasal dari Sitahoan dan Kawasan Hutan Sibatuloting.
Kini, bila hujan deras terjadi, sungai-sungai kecil ini akan meluap dan membawa material lumpur dan bebatuan yang sangat mengancam.
“Seperti yang sudah terjadi berulang kali, jika degradasi hutan terus berlangsung, banjir bandang di kawasan ini akan semakin sering terjadi,” sebut Pdt Dr Robinson Butar-butar.
Sebagai danau vulkanik, kata dia, secara umum struktur tanah di sekitar Danau Toba adalah tanah berpasir dan bebatuan, serta topografinya berbukit-bukit. Fakta tersebut mengingatkan semua pihak akan besarnya potensi bencana.
“Untuk itulah, kita semua terpanggil untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan hutan,” ujarnya.

Ephorus HKBP Pdt Dr Robinson Butar-butar menjelaskan, sesuai dengan Konfessi HKBP 1996 Pasal 5 tentang Kebudayaan dan Lingkungan, HKBP mempercayai bahwa Allah menciptakan manusia dengan tempat tinggalnya dan tempatnya bekerja di dunia ini.
Allah memberikan kuasa kepada manusia untuk memelihara dunia ini dengan tanggung jawab penuh (Kejadian 2: 5-15).
“Kita menyaksikan tanggung jawab manusia untuk melestarikan semua ciptaan Allah, seperti tertulis pada Kitab Mazmur 8: 4-10,” katanya.
Kemudian, Gereja HKBP juga menentang setiap kegiatan yang merusak lingkungan, seperti membakar dan menebang pohon di hutan atau hutan belantara, seperti tertulis pada Kitab Ulangan 5:15, 21, Ulangan 19-20.
Umat gereja juga wajib menjaga kelestarian lingkungan hidup dan hutan yang berkesinambungan sebagai Panggilan Warga Gereja.
“Oleh karena itu, HKBP juga mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah, pihak swasta, serta masyarakat, untuk sesegera mungkin melakukan langkah-langkah konkret menyelamatkan lingkungan hidup dan hutan di sekitar Danau Toba,” terangnya.
Ephorus HKBP juga menegaskan, pemeliharaan lingkungan hidup dan hutan adalah faktor penting keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan infrastruktur dan aneka fasilitas umum.
“Terutama yang dibangun Pemerintah Pusat akhir-akhir ini di sekitar Danau Toba, sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Yang kita harapkan membawa perbaikan kesejahteraan bagi rakyat,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Ephorus HKBP Pdt Dr Robinson Butar-butar menegaskan, Pemerintah Pusat dan Daerah perlu mengkaji kebijakan yang lebih spesifik untuk menghentikan laju deforestasi.
“Serta memberi sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada setiap pihak yang merusak alam. Serta mengembalikan fungsi hutan di sekitar Danau Toba sebagai hutan alam untuk menyangga kelestarian dan keindahan Danau Toba, flora dan fauna, serta kesejahteraan masyarakat,” lanjutnya.
Dia juga menegaskan, HKBP berkomitmen untuk menolong korban bencana alam. HKBP juga siap bekerja sama dengan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menjadi mitra menjaga lingkungan hidup dan hutan.
“Sekaligus mendorong dan mengapresiasi Program Reboisasi yang ramah lingkungan, terencana, dan konsisten. Kiranya Tuhan menguatkan kita untuk selalu menjaga kelestarian alam yang DIA ciptakan,” tandas Ephorus HKBP Pdt Dr Robinson Butar-butar.(RGR)