Demi Peningkatan Produktivitas Ekonomi Sosial, Pemerintah Diminta Tinjau Kembali Harga Vaksinasi Gotong Royong

Ekonomi76 Dilihat

Negara melalui Pemerintah diminta untuk meninjau kembali harga Vaksinasi Gotong-Royong. 

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Sekjen Opsi), Timboel Siregar menyampaikan, vaksinasi adalah kebutuhan penting saat ini, untuk memastikan masyarakat bisa menciptakan kekebalan kelompok di masyarakat atau herd immunity sehingga penularan Covid-19 bisa dihambat. Dan jumlah masyarakat yang terkena Covid-19 bisa semakin menurun. 

“Serta masyarakat tetap bisa produktif secara ekonomi dan sosial. Target Pemerintah menuntaskan vaksinasi untuk 181 juta rakyat terus dilakukan, walaupun dengan berbagai kendala yang terjadi seperti kesadaran masyarakat untuk mau divaksin, suplai vaksin dan anggaran untuk membeli vaksin,” tutur Timboel Siregar, dalam keterangan yang diterima, Selasa (18/05/2021). 

Oleh karena itu, Timboel Siregar yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch ini mengatakan, diharapkan dengan adanya vaksinasi yang lebih cepat dan didukung seluruh masyarakat,  akan mendorong pemulihan kesehatan masyarakat serta pemulihan ekonomi nasional lebih cepat lagi. 

“Mobilitas masyarakat dapat lebih ditingkatkan untuk menggerakkan barang dan jasa, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu menjalankan 5M. Sehingga target pertumbuhan ekonomi di tahun ini di kisaran 4,5 hingga 5,5 persen dapat tercapai,” jelasnya. 

Saat ini, kata dia, vaksinasi masih dilakukan secara bertahap. Yaitu dimulai untuk tenaga kesehatan, lansia dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memang melaksanakan pelayanan publik. 

“Sementara untuk masyarakat umum lainnya termasuk pekerja formal swasta masih menunggu giliran,” tambahnya. 

Khusus untuk pekerja formal swasta, demi mempercepat proses vaksinasi bagi seluruh rakyat Indonesia, Pemerintah menyediakan Vaksinasi Gotong Royong yang didanai oleh perusahaan untuk para pekerja dan keluarganya. 

“Tentunya vaksinasi gotong royong ini adalah hal yang baik, agar pekerja dan keluarganya memiliki imunitas untuk menangkal Covid-19. Sehingga menjadi sehat dan lebih produktif dalam bekerja,” ujar Timboel. 

Adapun ketentuan tentang Vaksinasi Gotong Royong ini diatur di Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. 

Dalam Permenkes ini diatur tentang Vaksinasi Program yang ditujukan kepada kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19 dan biayanya ditanggung APBN dan APBD. 

Dan Vaksinasi Gotong Royong atau biasa disebut dengan Vaksinasi Mandiri, yang dibiayai oleh pengusaha. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 43 ayat 1 Permenkes ini. 

Pemerintah resmi menetapkan harga pembelian Vaksinasi Gotong Royong sebesar Rp 321.660 per dosis. Dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. 

Ini artinya harga satu kali suntik sebesar Rp 439.570,- per pekerja, dan untuk dua kali vaksin harganya sekitar Rp 879.140,- per pekerja. 

Timboel Siregar melanjutkan, penetapan harga itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm Melalui Penunjukan PT Bio Farma (Persero), dalam Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Tarif Maksimal Pelayanan untuk Pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong. 

Tarif maksimal pelayanan vaksinasi merupakan batas tertinggi untuk pelayanan Vaksinasi Gotong Royong yang dilakukan fasilitas kesehatan (faskes) milik swasta, sudah termasuk marjin 15 persen, namun tidak termasuk pajak penghasilan. 

“Harga yang ditetapkan Pemerintah ini relatif sangat mahal dibandingkan Vaksinasi Program yang seluruhnya dibiayai oleh Pemerintah. Harga vaksinasi gotong royong sebesar Rp 879.140,- per pekerja akan membebani pengusaha, terlebih lagi bagi pengusaha yang memiliki banyak pekerja, seperti pada sektor padat karya,” jelasnya. 

Timboel berharap, seluruh pengusaha yang mampu bersedia untuk memberikan vaksinasi gotong royong ini kepada pekerja dan keluarganya, dengan tidak membebani lagi biaya kepada pekerja. 

Hal ini sesuai amanat Pasal 3 ayat 5 Permenkes No 10, yang menyatakan  pekerja, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga sebagai penerima Vaksin Covid-19 dalam pelayanan Vaksinasi Gotong Royong tidak dipungut bayaran alias gratis. 

Anggaran yang dikeluarkan oleh Pengusaha untuk vaksinasi ini adalah upaya mempertahankan produktivitas dan ini adalah investasi Sumber Daya Manusia (SDM). 

Secara regulasi, vaksinasi adalah bagian dari upaya Pengusaha menghadirkan Keselamatan Kerja yang diamanatkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970. 

Mengacu pada Pasal 14 huruf c UU No 1 Tahun 1970, pengusaha wajib menyediakan secara cuma-cuma untuk keselamatan kerja bagi pekerja. 

Demikian juga di UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mewajibkan pengusaha memberikan keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) untuk pekerja. 

“Saya menilai, dengan harga yang mahal tersebut akan banyak perusahaan yang enggan untuk mengadakan Vaksinasi Gotong Royong, sehingga percepatan pelaksanaan vaksinasi akan terkendala,” katanya. 

Memang vaksinasi gotong royong penting, tetapi Pengusaha akan lebih memprioritaskan kepastian cash flow perusahaan untuk membeli bahan baku dan membayar upah pekerja. Dengan tetap berharap diberikannya vaksinasi Program kepada para pekerja dan keluarganya yang dibiayai Pemerintah. 

“Saat ini masih banyak pengusaha yang terdampak Covid-19 dan cash flow-nya belum pulih sepenuhnya,” ujar Timboel Siregar. 

 Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya meninjau ulang biaya Vaksinasi Gotong Royong yang telah ditetapkan tersebut. Karena memang biaya tersebut sangat mahal. Biaya penyuntikan senilai Rp 117.910 per dosis , atau Rp. 235.820 per pekerja untuk dua kali suntik, hendaknya digratiskan. 

“Dan proses Vaksinasi Gotong Royong dapat dilakukan di Fasilitas Kesehatan tempat pelaksanaan vaksinasi Program,” ujar Timboel Siregar. 

Kemudian, Pasal 33 Permenkes No 10 tahun 2021 ini membuka ruang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha Swasta dalam hal dukungan tenaga Kesehatan dan tempat vaksinasi Covid-19. 

“Ini artinya, Pemerintah memperbolehkan proses Vaksinasi Gotong Royong ini di Fasilitas Kesehatan tempat vaksinasi Program dilaksanakan. Sehingga biaya Vaksinasi Gotong Royong bisa lebih ditekan,” ungkap Timboel Siregar. 

Pasal 33 ini bisa meniadakan Pasal Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2, yang menyatakan pelayanan Vaksinasi Gotong Royong hanya dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat atau swasta yang memenuhi persyaratan, dan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut bukan merupakan tempat pelayanan Vaksinasi Program. 

Pekerja swasta dan keluarganya sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), mengacu pada Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) berhak mendapatkan pelayanan preventif dan promotif. 

“Vaksinasi adalah bagian dari proses preventif atau pencegahan,  oleh karenanya Vaksinasi Gotong Royong dapat digandengkan dengan pelayanan JKN kepada pesertanya, sehingga biaya penyuntikan Vaksin Gotong Royong bisa ditiadakan,” jelas Timboel Siregar. 

Terkait dengan biaya vaksin sebesar Rp 321.660 per dosis,  menurut Timboel, Pemerintah dapat menurunkan dan mendiskusikan lagi dengan kalangan Pengusaha, agar harga satu dosis Vaksin Gotong Royong bisa diturunkan. 

Vaksinasi Covid-19 untuk seluruh rakyat Indonesia adalah tanggung jawab Pemerintah. Dengan keterbatasan suplai vaksin dan alokasi APBN dan APBD untuk membiayai vaksinasi, peran serta pengusaha untuk membiayai Vaksinasi Gotong Royong adalah baik. Namun Pemerintah harus juga mengukur kemampuan pengusaha untuk membiayainya. 

“Pemerintah dan Pengusaha bergotong-royong menanggung biaya Vaksinasi Gotong Royong,” imbuhnya. 

Dia berharap, semoga Vaksinasi Gotong Royong bisa didukung oleh semua pengusaha, dengan peran Pemerintah untuk memastikan harga dosis Vaksinasi Gotong Royong terjangkau oleh pengusaha.  

Dan, proses penyuntikan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tempat pelaksanaan vaksinasi Program, sehingga pengusaha tidak lagi dikenakan biaya. 

“Agar pada akhirnya proses vaksinasi bisa dicapai dalam waktu setahun, seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo,” tandas Timboel Siregar.(RGR)