Peringatan Keras Dari PGI, Politisasi Identitas Semakin Mengancam Keragaman

Kecam Keras Aksi Penolakan Perijinan Pembangunan Gereja di Kota Cilegon

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras aksi penolakan perijinan pembangunan gereja yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Kota Cilegon, Provinsi Banten.

Menurut PGI, peristiwa ini membuktikan bahwa politisasi identitas semakin mengkhawatirkan dan mengancam jalinan keragaman di Indonesia.

“Itu membuktikan bahwa politisasi identitas semakin mengancam jalinan keberagaman di Indonesia. Padahal, seharusnya keragaman itu yang wajib kita syukuri sebagai anugerah Tuhan bagi bangsa ini. Sungguh mengenaskan bahwa di tengah berbagai bencana yang melanda negeri ini, dan menuntut diperkuatnya solidaritas kebangsaan, masih saja ada kelompok-kelompok masyarakat yang menyakiti saudara sebangsanya,” tutur Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow, dalam siaran pers yang diterima Minggu (11/09/2022).

Oleh karena itu, lanjut Jeirry, PGI menyampaikan, peristiwa aksi penolakan perijinan pembangunan gereja yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Kota Cilegon, Provinsi Banten itu sungguh mencederai amanat Konstitusi Republik Indonesia.

Yang mana Konstitusi Negara Republik Indonesia yang memberikan garansi kesetaraan bagi setiap warga Negara untuk memeluk dan beribadah secara bebas, menurut agama dan keyakinan yang dianutnya.

“Berhadapan dengan situasi ini, kehadiran Pemerintah mutlak diperlukan, sehingga tidak terkesan membiarkan jiwa Konstitusi dilecehkan di hadapan para Penguasa Daerah,” ujarnya.

Jeirry juga menegaskan, peristiwa ini sangat berlawanan dengan semangat Moderasi Beragama yang sedang diarus-utamakan pada semua level Pemerintahan dan masyarakat.

“Peristiwa ini juga sangat bertentangan dengan nilai-nilai Gerakan Nasional Revolusi Mental yang tengah digalakkan oleh Pemerintah,” lanjutnya.

Meski begitu, PGI mengingatkan, warga umat beragama tak boleh lelah mengupayakan dialog dan kerja sama sebagai cara bermartabat untuk mengelola perbedaan dan mengembangkan kerukunan di bangsa ini.

“Sekalipun begitu, kita tak boleh mengesampingkan terjadinya ketidakadilan, sekalipun atas nama kerukunan. Kebebasan beragama yang bertumpu pada keadilan bukanlah paradoks terhadap kerukunan, namun keduanya harus terintegrasi karena menerjemahkan perintah etis setiap agama,” tuturnya.

“Kami menganjurkan umat Kristen untuk tetap mengedepankan nilai-nilai kasih dalam menyikapi peristiwa seperti ini. Hendaklah kita tidak goyah di dalam iman dan keyakinan kita, juga tidak terjebak di dalam kebencian dan dendam, serta generalisasi yang keliru, namun ‘bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain, dan terhadap semua orang” (Band. I Tes 3: 11-13)’,” imbuhnya.

PGI menyampaikan, sebagai sesama orang-orang Indonesia, setiap umat beragama harus juga sambil mengulurkan tangan persaudaraan sebagai sesama anak bangsa yang berjuang bersama untuk memelihara nilai-nilai luhur dan persaudaraan di Negeri ini.***