Aksi penolakan pembangunan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Cilegon, Banten, semakin menunjukkan adanya aksi yang sangat sengaja untuk menciderai kebebasan beragama.
Para Advokat yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), menyebut, peristiwa itu sebagai tragedi kebhinnekaan yang ada di Indonesia.
Koordinator Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), Roberth Keytimu menyampaikan, pembangunan rumah ibadah kembali mengalami hambatan dan penolakan di Cilegon, Banten. Penolakan itu datang dari kelompok massa maupun dari Pemerintah Kota Cilegon, selaku pihak yang seharusnya mengayomi dan melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Tragedi penolakan pembangunan rumah ibadah berawal dari aksi massa yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon mendatangi Gedung DPRD Cilegon dan Kantor Walikota Cilegon pada hari Rabu 7 September 2022.
“Ironinya Walikota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta turut serta menandatangani sebuah kain berisi penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon,” tutur Roberth Keytimu, dalam siaran pers yang diterima, Rabu (14/09/2022).
Penolakan pembangunan rumah ibadah bagi jemaat HKBP Maranatha Cilegon ini menunjukkan betapa berkuasanya sekelompok massa untuk menentukan perizinan pembangunan rumah ibadah bagi warga Negara di Cilegon, Banten.
Ironinya lagi, katanya, Pemerintah Kota Cilegon melalui Walikota dan Wakil Walikota Cilegon tunduk pada tekanan massa.
“Bahkan turut serta menandatangani penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon,” sebut Roberth.
Tindakan Walikota dan Walikota Cilegon ini jelas merupakan pengingkaran dan pelanggaran terhadap Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagaimana dijamin dalam pasal 28I ayat (1) dan pasal 29 ayat (2) UUD, pasal 22 ayat (1) dan (2) UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 18 ayat (1) UU No 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Pasal 29 ayat (2) dengan jelas menyebutkan: …….”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu…..”.
Dalam hal ini ditegaskan bahwa Pemerintah Kota Cilegon tidak melaksanakan dan mengabaikan kewajibannya untuk memenuhi (to fulfill) dan melindungi (to protect) HAM yaitu hak atas kebebasan beragama Jemaat HKBP Maranatha Cilegon.
Pelanggaran terhadap kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagaimana dialami Jemaat HKBP Maranatha Cilegon, lanjut Roberth, merupakan peristiwa berulang yang sering terjadi di Negara ini. Baik yang dilakukan oleh sekelompok massa (non Negara) dan Negara (Pemerintah dan Aparat Kepolisian).
Hal dapat dibuktikan dari Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan 2021 SETARA Institute. Dalam laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) 2021 SETARA Institute tersebut menyebutkan: Dari data KBB tahun 2021, diketahui bahwa tiga isu pelanggaran KBB yang dominan dilakukan oleh aktor Negara adalah: diskriminasi (25 kasus), kebijakan diskriminatif (18 kasus), pentersangkaan penodaan agama (8 kasus).
Sementara, enam isu pelanggaran KBB yang dominan dilakukan oleh aktor non-Negara adalah intoleransi (62 tindakan), ujaran kebencian (27 kasus), penolakan pendirian tempat ibadah (20 kasus), pelaporan penodaan agama (15 kasus), penolakan kegiatan (13 kasus), penyerangan (12 kasus), perusakan tempat ibadah (10 kasus).
“Tren ini masih serupa dengan data KBB SETARA Institute tahun 2020 di mana pelarangan kegiatan, gangguan rumah ibadah, dan tuduhan penodaan agama merupakan tiga isu dominan,” terangnya.
Selanjutnya, dijelaskan Roberth, Laporan KBB Setara Institute tahun 2021 tersebut menyebutkan: Di tahun 2021, pelanggaran KBB oleh aktor Negara paling banyak dilakukan oleh kepolisian (16 tindakan) dan Pemerintah Daerah (15 tindakan). Pelanggaran KBB oleh aktor non-Negara paling banyak dilakukan oleh kelompok warga (57 tindakan), individu (44 tindakan), dan organisasi masyarakat/ormas (22 tindakan).
Adapun ormas yang paling banyak melakukan pelanggaran KBB adalah MUI dengan 8 tindakan pelanggaran.
Tiga di antaranya adalah penyesatan, yaitu menyatakan suatu aliran sebagai sesat dan menyesatkan, yang berimplikasi pada hilangnya hak untuk menganut kepercayaan sesuai nurani karena diberikan pembinaan maupun hilangnya hak menyebarkan suatu ajaran yang telah dianggap sesat oleh MUI.
“Jelas pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang dialami Jemaat HKBP Maranatha Cilegon hanya salah satu kasus pelanggaran KBB, bahkan dari laporan KBB Setara Institute 2021 tersebut ada 20 kasus penolakan pendirian tempat ibadah,” tuturnya.
Sisi lain pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan tersebut khususnya penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon menciderai prinsip kehidupan berbangsa yaitu kebhinnekaan atau kemajemukan.
“Seharusnya sebagai Negara yang menganut kebhinnekaan atau kemajemukan menghormati setiap perbedaaan termasuk perbedaan agama dan keyakinan,” ujarnya.
Karena itulah, Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), yang merupakan kumpulan sejumlah advokat yang peduli terhadap Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mengharapkan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Cilegon melakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, bagi Walikota dan Wakil Walikota Cilegon agar membatalkan tanda tangan penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon, Banten.
Kedua, bagi Walikota Cilegon agar mengurus perizinan Pendirian/Pembangunan Rumah Ibadah yang diajukan Jemaat Gereja HKBP Maranatha Cilegon sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas, dengan mengabaikan penolakan dari sekelompok massa.
Ketiga, Pemerintah Pusat (Presiden, Menkopolhukam, Menteri Dalam Negeri Negeri, Menteri Agama) memberikan teguran kepada Walikota dan Wakil Walikota Cilegon atas turut sertanya dalam penandatanganan penolakan pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon, Banten.
Keempat, Pemerintah Pusat (Menkopolhukam, Menteri Dalam Negeri Negeri, Menteri Agama) dan Walikota Cilegon menyelesaikan hambatan dari sekelompok massa dalam pembangunan Gereja HKBP Maranatha Cilegon, Banten.
Kelima, Pemerintah Pusat (Presiden, Menkopolhukam, Menteri Dalam Negeri Negeri, Menteri Agama) memberikan perintah kepada Walikota Cilegon agar menolak setiap desakan sekelompok massa atas pembangunan rumah ibadah dan kegiatan ibadah bagi warga negara di Wilayah Cilegon, Banten Khususnya Jemaat HKBP Maranatha Cilegon, Banten.
Keenam, Pemerintah Pusat (Presiden, Menkopolhukam, Menteri Dalam Negeri Negeri, Menteri Agama) agar menyelesaikan semua kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dengan melibatkan Pemerintah Daerah.***
Salam Keadilan
TIM ADVOKAT PENEGAKAN HUKUM & KEADILAN (TAMPAK)
Koordinator: Roberth B. Keytimu, S.H.
Turut Menyatakan Sikap:
Saor Siagian, S.H., M.H.
Judianto Simanjuntak, S.H.
Sandi E Situngkir, S.H., M.H.
Ridwan Darmawan, S.H., M.H.
Haposan Situmorang, S.H
Roy JM Pohan, S.H.
Mangapul Silalahi, S.H.
Dr. Fernando Silalahi, S.H., M.H.
Gabe Maruli Sinaga, S.H.
Maruli M Purba, S.H.
Adrianus Parulian Sihite, S.H., M.H.
Salmon Siagian, S.H.
Ade Adriansyah, S.H.
Halomoan Sianturi, S.H, M.H.
Sungguh Raya Sinaga ,S.H.
Sabar Daniel Hutahean S.H.
Michael Himan, S.H.
Fatilatulo Lazira, S.H.
Dr (Yuris) Dr. (MP). H. Teguh Samudera, S.H., M.H.
Ismak, S.H.
Darman Saidi Siahaan, SH., M.H.
Tarigan Sianturi, S.H, M.H.
Timbul Jaya Rajagugkguk, S.H.
Ronald Manullang, S.H.
Jhon Roy P Siregar
Patar Sihaloho, S.H.
Sigop Tambunan, S.H.
Megawati, S.H.
Narahubung:
- Roberth B. Keytimu : 085211817688
- Judianto Simanjuntak : 085775260228.