Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, memperingatkan, agar urusan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Naker) jangan ditaruh di bawah tanggung jawab Kementerian.
Alasannya, jabatan Menteri adalah jabatan politis. Sehingga akan sangat berbahaya bagi pengelolaan Kesehatan dan Ketenagakerjaan, termasuk dalam pengelolaan dana kedua BPJS tersebut di masa depan.
Timboel Siregar yang juga Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Sekjen OPSI) itu menjelaskan, saat ini antara DPR bersama Pemerintah, sedang mengkaji untuk melakukan revisi Undang-Undang Kesehatan dengan mengajukan RUU kesehatan dengan menggunakan metode Omnibus Law.
Draft Naskah Akademik RUU Kesehatan telah selesai dibuat dan saat ini terpublikasi di masyarakat. Dengan terpublikasinya draft naskah akademik ini, masyarakat dapat mengetahui arah revisi UU Kesehatan, dan memudahkan masyarakat memberikan masukan terhadap Revisi Undang-Undang Kesehatan.
Memang, menurut Timboel Siregar, publikasi draft naskah akademik ini merupakan pelaksanaan amanat Pasal 96 ayat (4) UU No 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Banyak Undang-Undang di bidang Kesehatan yang akan direvisi, salah satunya menyasar Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang BPJS atau UU BPJS,” tutur Timboel Siregar, dalam keterangan pers yang diterima Kamis (27/10/2022).
Timboel Siregar menegaskan, salah satu poin krusial yang akan direvisi dari UU BPJS adalah tanggung jawab BPJS. Mengacu pada Pasal 7 UU BPJS, BPJS adalah badan hukum publik dan BPJS bertanggung jawab kepada Presiden.
Dalam Draft Naskah Akademik RUU Kesehatan, pada halaman 226, tanggung jawab BPJS tidak lagi langsung kepada Presiden tetapi bertanggungjawab melalui Kementerian teknis. Yaitu, BPJS Kesehatan bertanggung jawab ke Menteri Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan bertanggung jawab ke Menteri Ketenagakerjaan.
“Dengan draft naskah akademik ini berarti kementerian akan memiliki kewenangan penuh atas BPJS. Usulan ini akan mengganggu kerja-kerja BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Saya kira usulan ini justru akan kontra produktif dalam mengelola BPJS, khususnya untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta,” beber Timboel Siregar.’
Dia melanjutkan, jabatan Menteri adalah jabatan politis. Sehingga, sangat rawan untuk terjadinya sejumlah abuse of power. Dan diprediksi akan terjadi serangkaian penyelewengan di masa depan, jika urusan BPJS itu dipaksakan berada di bawah tanggung jawab Menteri.
“Kita tahu bahwa menteri adalah jabatan politis, yang umumnya diisi oleh orang partai politik atau parpol. Artinya, kerja-kerja BPJS akan dengan mudah diintervensi parpol. Adalah aneh ketika Direksi dan Dewan Pengawas atau Dewas BPJS dilarang dari parpol tapi kerja-kerja mereka dikendalikan parpol,” tutur Timboel Siregar.
Sedangkan jika mengikuti draf yang dipersiapkan oleh DPR bersama Pemerintah itu, lanjutnya, BPJS akan diposisikan seperti perusahaan BUMN yang dikendalikan oleh Menteri BUMN.
“Kedua BPJS mengelola dana peserta ratusan triliun yang memang harus dikelola untuk kepentingan peserta, namun dengan rencana pengalihan tanggung jawab BPJS ke kementerian teknis ini akan berpotensi mengganggu pengelolaan dana peserta tersebut,” sebutnya.
Seharusnya, lanjut Timboel Siregar lagi, Draft Naskah Akademik RUU Kesehatan ini memperkuat kewenangan BPJS. Salah satunya seperti kewenangan penegakan hukum, sehingga persoalan kepesertaan, pelayanan dan pembiayaan dapat lebih mudah diselesaikan.
Timboel Siregar menambahkan, Pemerintah dan DPR harus mengkaji ulang lagi isi Draft Naskah Akademik RUU Kesehatan ini dengan mengutamakan kepentingan peserta jaminan sosial.
Menurutnya, Direksi dan Dewas BPJS sudah tepat bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tidak perlu ada birokrasi pertanggungjawaban melalui Menteri teknis.
“Dengan pertanggungjawaban langsung ke Presiden maka antara peran kementerian teknis dan BPJS bisa saling melengkapi. Kementerian bertanggung jawab sebagai regulator sementara BPJS berperan sebagai operator,” tandasnya.***