Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Cipta Kerja adalah pengkhianatan terhadap Negara Kepulauan Republik Indonesia.
Hal itu ditegaskan Koordinator Nasional Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), Marthin Hadiwinata, menanggapi Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja.
“Perppu Cipta Kerja adalah bentuk jelas pengkhianatan konstitusi yang menyatakan Negara kepulauan. Hal ini terlihat jelas niat asli atau original intent dari pembuatan Perppu Cipta Kerja tersebut untuk mempermudah eksploitasi sumber daya kepulauan,” tutur Marthin Hadiwinata, dalam siaran persnya, Jumat (17/02/2023).
Salah satunya adalah Pasal 26 A Undang-Undang No 1 Tahun 2014, yang awalnya memberikan syarat untuk membatasi investasi asing, namun dalam Perppu Cipta Kerja, persyaratan tersebut dihapuskan.
“Sehingga terbuka peluang yang besar akan adanya privatisasi pulau-pulau kecil,” lanjutnya.
Marthin Hadiwinata mengutip Pasal 26 A Undang-Undang No 27 Tahun 2007 junto Undang-Undang No 1 Tahun 2014.
Pasal 26A
(1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri.
(2) Penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengutamakan kepentingan nasional.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Wali Kota.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas;
- menjamin akses publik;
- tidak berpenduduk;
- belum ada pemanfaatan oleh Masyarakat Lokal;
- bekerja sama dengan peserta Indonesia;
- melakukan pengalihan saham secara bertahap kepada peserta Indonesia;
- melakukan alih teknologi; dan
- memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada luasan lahan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan saham dan luasan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f dan huruf h diatur dengan Peraturan Presiden.
Kemudian berubah di Perppu Cipta Kerja, menjadi:
Pasal 26A
Dalam rangka penanaman modal asing, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
“Lemahnya syarat pemanfaatan untuk asing jelas akan memicu konflik antara rakyat yang telah menempati suatu kawasan atau bidang di salah satu Pulau Kecil,” ujar Marthin Hadiwinata.
Terlihat dari data yang ada, dari 17.500-an pulau di Indonesia, jumlah pulau-pulau kecil berpenduduk hanya sebanyak 1.682 pulau.
Di sisi lain, eksploitasi sumber daya pesisir akibat tambak dan pembangunan yang menyebabkan wilayah mangrove rusak seluas 637.624 hektar dari seluruh luas mangrove mencapai 3,3 juta hektar.
“Negara Kepulauan, adalah cita-cita dari Ir Djuanda yang mendorong klaim atas sumber daya kepulauan dan perairan di antaranya sebagai kekayaan sumber daya alam yang harus dijaga,” ujarnya.
“UU Cipta Kerja yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi yang kemudian dibuat dengan mengelabui menggunakan Perppu Cipta Kerja adalah pengkhianatan Negara Kepulauan Republik Indonesia,” tandas Marthin Hadiwinata.***