Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), dengan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024, mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia dan Koordinator Komunitas Pemilu Bersih, Jeirry Sumampow, menyebut Keputusan PN Jakarta Pusat itu lebay alias berlebihan.
“Saya kira, putusan PN Jakarta Pusat ini berlebihan. Bahkan melebihi kewenangan Pengadilan,” ujar Jeirry Sumampow, dalam keterangan persnya, Kamis (02/03/2023).
Jeirry Sumampow menyatakan, juga substansi putusan PN Jakarta Pusat bertentangan dengan UUD 1945.
“Itu bertentangan dengan konstitusi kita, khususnya terkait dengan pasal yang mengatur bahwa Pemilu harus 5 tahun sekali dan pasal terkait dengan masa jabatan Presiden yang 5 tahun. Sehingga, mestinya tak ada kewenangan PN Jakpus untuk melakukan penundaan Pemilu,” jelasnya.
Karena itu, dia mengatakan, sebaiknya putusan PN Jakpus yang seperti itu dibatalkan saja. Sebab, akan mengacaukan Pemilu yang sedang dipersiapkan.
“Putusan ini kalau diikuti tentu akan mengacaukan tahapan Pemilu kita. Karena itu, sudah tepat jika KPU akan melakukan banding,” ujar Jeirry.
Jeirry menyarankan, dalam kasus ini, semestinya, jika KPU dinilai melakukan kesalahan atau pelanggaran, cukup hak Partai Prima dalam tahapan verifikasi yang dipulihkan. Atau bisa juga KPU yang diberikan sanksinya.
“Tidak tepat jika masalahnya ada di tahapan verifikasi, tapi semua tahapan harus ditunda. Bisa repot kita jika banyak putusan seperti ini. Di samping tak ada kepastian hukum juga bisa jadi ruang politik untuk menciptakan ketidakstabilan demokrasi,” tandas Jeirry Sumampow.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024.
Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim pada Kamis, 2 Februari 2023. Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu.
Atas keputusan itu, Partai Prima mengajukan gugatan secara perdata ke PN Jakarta Pusat pada Desember 2022. Dan hasilnya, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut dengan memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.
Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.
Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, diatur syarat partai politik peserta Pemilu 2024, di antaranya; memiliki kepengurusan di seluruh daerah Provinsi (100 persen); kepengurusan paling sedikit di 75 persen jumlah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan; kepengurusan paling sedikit di 50 persen jumlah kecamatan di Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; dan menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.***