Korban Kriminaliasi Hukum Selama 13 Tahun, Kakek Berusia 79 Tahun Mohon Perlindungan Hukum Kepada Jaksa Agung Burhanuddin

Herman Djaya, seorang kakek berusia 79 tahun, meminta perlindungan hukum kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin.

Herman Djaya yang kelahiran 10 Maret 1944 di Banyuwangi, Jawa Timur, mengaku, dirinya sudah 13 tahun ini mengalami kriminalisasi hukum dari oknum penyidik Polisi hingga oknum Jaksa, bahkan oknum Hakim Agung di Mahkamah Agung.

Yang terbaru, diungkapkan Herman Djaya, pada 26 Januari 2023, dirinya tiba-tiba saya menerima Surat P-21 sehubungan dengan adanya laporan seseorang bernama Muhammad Andi Azis Wellang di Bareskrim Polri pada tahun 2017 silam.

Surat P-21 yang diterimanya mendadak itu, menurut Herman Djaya, diduga adalah palsu atau bodong, yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum antara lain Alviand Deswaldy, S.H., (Jaksa Pratama Utama), Deddy, S.H. M.H., (Jaksa Madya), Hevben, S.H., M.H., (Jaksa Muda) dan Drs. Joko Purwanto, S.H., (Jaksa Utama Muda) selaku Penuntut Umum.

“Suratnya menurut saya tidak tepat, sebab tidak memiliki keabsahan legalitas dari institusi Kejaksaan, tidak ada tanggal surat, tidak pakai kop surat, dan tidak ditandatangani dengan cap basah resmi pimpinan Kejaksaan Agung,” tutur Herman Djaya kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (04/03/2023).

Padahal, diungkapkan Herman Djaya, laporan dugaan pemalsuan yang dilakukan oleh seseorang bernama Muhammad Andi Azis Wellang di Bareskrim Polri pada tahun 2017 itu, seharusnya sudah selesai.

Sebab, dalam laporan tersebut, seseorang yang bernama RD Arief B Perlambang alias Buce Perlambang, yang diketahui juga sebagai kaki tangan Azis Wellang, yang dilaporkan dan dipidanakan atas dugaan pemalsuan sertifikat tanah di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

“Terakhir kali saya dimintai keterangan atas laporan itu adalah pada tahun 2017 silam itu. Dan waktu itu, saya menjelaskan, saya tidak melakukan pemalsuan, dan saya tidak ada sangkut pautnya dengan laporan itu. Semua sudah dibuktikan di Pengadilan. Dan Buce masuk penjara waktu itu,” tutur Herman Djaya.

Berdasarkan Surat Laporan di Bareskrim, Herman Djaya dilaporkan oleh seseorang bernama Azis Welang dengan laporan BARESKRIM No.B/292/SUBDIT-I/XIII/2017/Dittipidum, tanggal 08-12-2017.

Yang menjadi Penyidik yang menindaklanjuti laporan Azis Wellang ini adalah Iptu Azis Riyanto ,SH,MH dan Ipda Iwan Santoso, SH.

“Saya menolak jika dituduh melakukan pemalsuan. Dan saya tidak terlibat atas laporan yang ditujukan kepada saya. Dan bahwa sudah ada pengakuan orang yang melakukan seperti laporan tersebut adalah seseorang bernama RD Arief B Perlambang alias Buce Perlambang,” beber Herman Djaya.

Kemudian, lanjutnya, waktu itu Jaksa yang menangani laporan itu adalah Jaksa bernama Rauf, yang diketahui saat ini sudah dipindah ke bagian Pidana Militer di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Pada saat itu, lanjut Herman Djaya, Jaksa Rauf pun sudah tiga kali mengembalikan berkas P-19 ke Bareskrim Polri, karena berkas itu dianggap tidak layak untuk diteruskan.

“Pak Rauf yang jadi Jaksa waktu itu, sudah 3 kali mengembalikan berkas ke Penyidik. Katanya, berkas itu tak layak menjadikan saya sebagai Tersangka, dan tak bisa dilanjutkan. Harusnya dihentikan oleh Penyidik, atau di-SP3,” tutur Herman Djaya.

Namun, kata dia lagi, sepertinya Azis Wellang dan kaki tangannya tidak berhenti untuk mempersoalkan Herman Djaya, dan terus-terusan mengupayakan kriminalisasi hukum kepada dirinya.

“Nah, sejak tahun 2010 silam, saya terus-terusan dikriminalisasi oleh Azis Wellang melalui para oknum penyidik dan oknum Jaksa, oknum BPN, bahkan sampai ke Mahkamah Agung,” lanjutnya.

Herman Djaya juga memastikan, semua urusan kepemilikan jual beli tanah yang dipersoalkan Azis Wellang di Tanah Abang, Jakarta Pusat itu, sudah diuji dan diadili mulai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan hingga ke Mahkamah Agung (MA), dengan putusan kasasi pertama, yang menyatakan Herman Djaya adalah pemilik sah dari tanah tersebut.

Kemudian, lanjutnya, pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sudah memerintahkan jajarannya agar segera mengubah kepemilikan tanah itu menjadi milik Herman Djaya.

“Bagaimana mungkin semua putusan itu palsu? Itu putusan pengadilan, putusan Negara loh. Namun, sayangnya, oknum di BPN Jakarta Pusat, tak kunjung melaksanakan eksekusi putusan-putusan itu. Sepertinya mereka menunggu arahan Azis Wellang saja,” tutur Herman Djaya.

Herman Djaya yang merupakan warga Jakarta yang tinggal di Jalan Pulo Mas VI C/10, RT 008/RW 01, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, mengaku sedih dengan perlakuan para oknum Aparat Penegak Hukum (APH) kepada dirinya selama 13 tahun ini.

“Saya kurang tahu motivasi mereka. Apakah mau memeras saya? Apakah mau mengintimidasi saya? Apakah mau mengancam saya dengan cara-cara yang sangat jauh dari keadilan itu?” ujarnya.

Maka, lanjutnya, ketika dirinya menerima surat P-21 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum antara lain Alviand Deswaldy, S.H., (Jaksa Pratama Utama), Deddy, S.H. M.H., (Jaksa Madya), Hevben, S.H., M.H., (Jaksa Muda) dan Drs. Joko Purwanto, S.H., (Jaksa Utama Muda) selaku Penuntut Umum, sungguh membuat dirinya kaget.

“Saya tidak pernah dikomunikasikan dan tak pernah dimintai keterangan lagi sejak tahun 2017 silam. Kok bisa tiba-tiba ada Surat P-21 kepada saya? Saya kok terus-terusan dikriminalisasi?” ujar Herman Djaya lagi.

“Saya sudah berumur 79 tahun, kini memasuki usia 80 tahun. Saya sudah tua. Jangan saya diperlakukan seperti ini. Saya jangan dikriminalisasi,” ujarnya lagi.

Herman Djaya yang merasa dikriminalisasi sejak awal adanya perkara ini memohon kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, dan juga kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, agar kiranya diberikan perlindungan hukum, dan diberikan keadilan serta hak-haknya sebagai Warga Negara Republik Indonesia yang menjadi korban dugaan kriminalisasi selama ini.

“Saya memohon Perlindungan Hukum kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, Bapak ST Burhanuddin. Saya memohon perlindungan hukum kepada Jampidum Bapak Fadil Zumhana. Dan saya juga berniat baik, mohon saya dapat dibantu dalam penyelesaian perkara ini yang sudah berlarut-larut selama 13 tahun tidak kunjung selesai,” pinta Herman Djaya.***