KKP Terbitkan Surat Persetujuan Tambang di Laut; Ekomarin: Legalisasi Perusakan Laut

Lembaga Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) menyatakan keberatan terhadap tindakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menerbitkan Surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (SPKKPRL).

Koordinator Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), Marthin Hadiwinata menegaskan, tindakan tersebut adalah legalisasi perusakan sumber daya dan lingkungan hidup kelautan.

“Hal ini bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan laut di mana terdapat prinsip pencegahan kerusakan dan prinsip kehati-hatian terhadap setiap aktivitas usaha yang berdampak meluas,” tutur Marthin Hadiwinata, dalam siaran pers yang diterima Minggu (12/03/2023).

Marthin Hadiwinata menjelaskan alasan keberatan terhadap upaya pertambangan di laut. Dampak pertambangan di perairan laut adalah irreversible yang berarti tidak dapat dipulihkan seperti semula dan akan terjadi dalam jangka waktu lama.

Studi terhadap tambang di perairan dalam lautan menunjukkan adanya dampak yang tidak dapat dipulihkan atau irreversible. Selain itu masalah terbesar umat manusia saat ini adalah krisis iklim.

Dengan melegalisasi tambang di laut adalah upaya mempercepat krisis iklim yang sudah terjadi. Salah satu dampak buruk dari krisis iklim adalah anomali iklim dan intensitas bencana yang meningkat.

Dampak akhir yang akan menerima adalah umat manusia, salah satunya yang utama adalah nelayan kecil yang merupakan mayoritas pelaku perikanan nasional.

“Selain tidak dapat dipulihkan, dampak tersebut cenderung bertahan lama yang kemungkinan pemulihannya memakan waktu yang panjang. Di sisi lain, keanekaragaman hayati di laut juga belum di eksplorasi dan dipetakan sepenuhnya,” tutur Marthin Hadiwinata.

Sedangkan, Peneliti dari Transnational Institute, Rachmi Hertanti, menjelaskan bahwa legalisasi pertambangan di laut Indonesia didorong oleh perlombaan untuk menguasai bahan baku mineral penting di dunia untuk akselerasi transisi energi hijau dan digitalisasi.

Hal ini diklaim untuk memperkuat agenda hilirisasi industri untuk nilai tambah produksi produk tambang Indonesia.

Namun, yang terjadi adalah legalisasi kebijakan yang memprioritaskan investasi tanpa adanya penilaian dampak keberlanjutan lingkungan jangka Panjang bagi kehidupan rakyat.

“Alih-alih hilirisasi bicara soal stabilisasi pertumbuhan ekonomi nasional, ekspansi wilayah tambang di wilayah laut untuk hilirisasi industri hanya akan berdampak terhadap keberlanjutan lingkungan dan penghidupan masyarakat pesisir. Negara kaya sumber daya alam seperti Indonesia hanya akan kembali menjadi target eksploitasi dalam kompetisi rantai pasok mineral global hari ini,” terangnya.

Sebagai produsen pangan yang berkontribusi terhadap 60 persen pangan protein hewani nasional, tambang laut adalah ancaman terhadap kedaulatan pangan perikanan nasional.

Sialnya, nelayan kecil sebagai kelompok rentan yang terus termiskinkan, dan termarjinalkan oleh kebijakan Negara, selalu dipaksa menerima ambisi-ambisi Negara dalam mengeruk Sumber Daya Alam, yang terbukti menciptakan ketimpangan dan penciptaan lapangan pekerjaan jangka pendek.

Untuk itu, Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) menyatakan keberatan terhadap terbitnya Surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

Surat tersebut bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan dalam asas pencegahan dan asas kehati-hatian termasuk asas keanekearagaman hayati.

Terbitnya surat tersebut menunjukkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai stempel perusakan lingkungan laut.

Surat tersebut akan mendorong berbagai tambang di laut yang semakin luas dan berdampak buruk terhadap sumber daya kelautan nasional.

Sebagai informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu, (08/03/2023), KKP menyerahkan Surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk PT Timah Tbk. SPKKPRL tersebut memberikan konsesi kepada PT Timah mengurus izin usaha pertambangan di laut.***

 

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

Marthin Hadiwinata, Koordinator Nasional EKOMARIN, +6281286030453

Rachmi Hertanti, Peneliti Transnational Institute, +62 817-4985-180