PGI Kecam Penutupan Gereja: Bupati Purwakarta Hentikan Diskriminasi!

Penyegelan bangunan yang dipakai warga Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Purwakarta untuk beribadah oleh Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika adalah tindakan diskriminatif dan tidak mencerminkan toleransi antar umat beragama.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), melalui Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt Henrek Lokra, menyampaikan, tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang disebut sebagai alasan penyegelan bangunan Gereja adalah alasan yang dibuat-buat oleh Bupati, mengingat beberapa Gereja di Purwakarta sudah puluhan tahun mengajukan izin pendirian rumah ibadah namun izin tersebut tidak juga diperoleh.
Gereja-gereja seperti Huria Kristen Indonesia (HKI) Purwakarta dan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Purwakarta dan Gereja Kristen Perjanjian Baru juga mengalami nasib yang sama.
PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 pasal 13 dan 14 mengamanatkan kepala daerah untuk memberikan izin sementara sebagai bentuk fasilitasi Negara dalam mencari solusi pendirian rumah ibadah, sementara jemaat terus mengupayakan dukungan KTP 90 dan 60.
Jauh sebelum diterbitkannya PBM 9 dan 8 tahun 2006, pengajuan izin tak kunjung membuahkan hasil.
Tindakan intoleransi dengan alasan IMB dan berpedoman pada PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 sangat tidak tepat.
“Keberadaan rumah ibadah adalah kebutuhan riil masyarakat. Pemerintah Daerah sebagai pengayom masyarakat seharusnya dapat menjalankan fungsinya dalam membina kerukunan antar umat beragama di Purwakarta, salah satunya dengan memfasilitasi pendirian rumah ibadah,” tutur Pdt Henrek Lokra, dalam siaran pers yang diterima Sabtu (08/04/2023).
“Berdasarkan kondisi ini, kami menyatakan protes keras dan meminta Presiden Republik Indonesia, melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia untuk memberikan teguran keras kepada Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, mendesak bupati Purwakarta untuk mengeluarkan izin sementara dan segera mencari solusi bagi umat GKPS dan gereja lainnya di Purwakarta agar dapat melaksanakan peribadahan mereka dengan aman dan nyaman,” lanjutnya.
“Kami menolak semua bentuk diskriminasi dan tindakan intoleransi yang dilakukan oleh siapa pun di Negara Pancasila ini, apalagi dengan motif kepentingan tertentu yang merusak sendi persatuan dan kesatuan bangsa,” tandas Pdt Henrek Lokra.***