RUU Perampasan Aset perlu segera disahkan untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Nasional Lembaga Kajian dan Peduli Hukum Indonesia (DPN LKHI), Ismail Marasabessy terkait bola pengesahan RUU tersebut yang kini berada di DPR RI.
“Pengesahan RUU Perampasan Aset adalah senjata kuat untuk pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) dan tindak pidana ekonomi khusus (Tipideksus) di Indonesia,” tegas Marasabessy seperti dilansir RMOL, Senin (9/9).
Marasabessy menambahkan, Tipikor dan Tipideksus tidak dapat dicegah dan diberantas dengan regulasi saat ini. Maka dari itu, pengesahan RUU Perampasan Aset adalah sebuah keharusan yang nantinya menjadi senjata untuk pencegahan serta pemberantasan korupsi.
Ia mengamini, RUU Perampasan Aset sudah diusulkan dan dikaji selama lebih dari satu dekade. Namun sayangnya, hingga kini tak kunjung disahkan.
Padahal melalui UU Perampasan Aset, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya.
Secara sederhana, RUU Perampasan Aset bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara (recovery asset) sehingga kerugian yang diderita oleh negara tidak signifikan.
RUU ini telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal tahun 2010. Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU ini termasuk dalam program legislasi nasional, namun tidak pernah dibahas karena tidak masuk dalam daftar prioritas RUU.
Kemudian, pada periode Prolegnas 2020-2024, RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan dan Pemerintah mengusulkan agar RUU tersebut dimasukkan dalam Prolegnas 2020.
“Sayangnya usulan tersebut tidak disetujui oleh DPR RI pada tahun 2023,” tutup Marasabessy.